Untuk beberapa orang, data yang paling penting adalah kontak, kalender dan event. Ini jenis data yang harus dicatat saat Anda bertemu dengan mereka.
Sudah terbukti berkali-kali bahwa manusia normal tidak bisa mengandalkan sel-sel otak mereka untuk menyimpan ratusan (atau ribuan) entri kontak.
Sayangnya, dalam beberapa gadget, hampir tidak mungkin untuk selalu memasukkan data hanya satu perangkat. Sinkronisasi aplikasi penting kecuali jika Anda bersedia untuk terus copy dan paste data secara manual di seluruh perangkat yang berbeda.
Bekerja di Samping Windows
Masalah muncul ketika Anda harus menyinkronkan data antara perangkat yang tidak kompatibel seperti komputer Mac dan komputer Windows.
Ternyata ada solusi gratis untuk melakukan sinkronisasi kontak, kalender dan event antara Mac dan Windows. SyncMate adalah tool untuk sinkronisasi beberapa perangkat.
Langkah pertama adalah untuk men-download dan menginstal klien Windows-side SyncMate.
Kemudian setelah proses instalasi, Anda harus memberikan izin aplikasi untuk melewati Windows Firewall. Beri tanda centang pada akses “Private Networks” yang tidak akan dianjurkan untuk mengakses data pribadi Anda melalui akses remote publik.
Kemudian SyncMate siap untuk terhubung. Harap dicatata dari Port, Password, dan alamat IP dari window settings. Anda akan membutuhkan data tersebut nanti.
Di Sisi Yang Lain
Sekarang mari melihat di sisi Mac. Dengan asumsi bahwa Anda telah download dan instal aplikasi, langkah pertama Anda adalah dengan membuat koneksi baru. Pilih “Windows PC” dan klik “Continue“.
Masukkan semua data yang Anda dapatkan dari klien SyncMate Windows sebelumnya : alamat IP, Port, dan password. Kemudian klik “Continue“.
Window berikutnya mengijinkan Anda untuk mengubah image dan nama sambungan. Klik “Finish” setelah Anda selesai.
Koneksi yang baru dibuat akan muncul pada bar atas window SyncMate bersama dengan koneksi lain yang sudah ada.
Di samping window SyncMate utama, Anda dapat melihat semua plugin yang tersedia. Harap dicatat bahwa versi gratis dari aplikasi ini hanya memiliki dua plugin yang tersedia: Contacts dan iCal. Hal ini cukup untuk sinkronisasi kontak, kalender dan event di antara dua komputer.
Bila Anda memilih salah satu plugin, pengaturan akan tersedia pada panel utama window. Pengaturan “Contacts” memungkinkan Anda untuk memilih arah sinkronisasi dan grup kontak untuk melakukan sinkronisasi.
Pengaturan iCal juga memungkinkan Anda untuk memilih arah sync, dan kalender untuk sync.
Jika Anda perlu mengubah pengaturan sambungan, Anda dapat melakukannya dari “Connection Settings” plugin.
Bila semua pengaturan selesai, satu-satunya yang tersisa untuk dilakukan adalah dengan mengklik tombol “Sync now” di bagian kanan atas window.
Indikator sinkronisasi akan muncul, dan yang perlu anda lakukan adalah menunggu untuk data Anda yang akan disinkronisasikan dan kemudian muncul pada kedua komputer.
Source : http://islam-download.net?p=81465 by islam-download.net
Selasa, 31 Mei 2011
Didesak Ibu Untuk Menikah
Tanya: Saya seorang akhwat. Ibu saya memaksa saya untuk menikah, tapi saya belum siap mengarungi kehidupan rumah tangga. Jika saya tidak mau, maka akan dinikahkan dengan orang awam. Ibu terus mendesak. Apa yang harus saya lakukan? Mohon solusinya?
Jawab: Ukhti Ulya, semoga Allah selalu menaunginya dengan hidayah dan kemudahan.
Di saat sebagian akhwat menghadapi hal-hal yang bertentangan dari orang-orang tua mereka yang tentunya sangat berat mereka rasakan terutama dalam pernikahan, sementara Saudari justru mendapatkan lampu hijau langsung dari orang tua (Ibu). Beliau malah menyuruh Saudari untuk segera menikah (mencari jodoh). Ini sebuah kemudahan. Apa yang harus Saudari khawatirkan?
Kami sarankan untuk segera menyanmbutnya. Itu akan lebih baik, karena dengan itu, Saudari telah menaati perintah orang tua. Kedua, kehormatan akan lebih terjaga, apalagi di masa yang pergaulan bebas lelai-perempuan sudah serasa bukan pelanggaran stariat di mata sebagian orang tua. Ibu pasti berharap kebaikan bagi putra-putrinya. Bila memerintahkan Saudari bahkan melakukan pendesakan, maka artinya merupakan bentuk perhatian baik orang tua kepada Saudari demi menjaga kebaikan dan kehormatan putrinya. Masalah ketidaksiapan yang terkadang dipakai alasan sebagian wanita, jangan dijadikan alasan. Cepat atau lambat, Saudari akan beradaptasi dan bisa menjadi istri yang baik serta bertanggung jawab bagi rumah tangga suami nantinya. Pelajari seluk-beluk dunia rumah tangga melalui penjelasan Islam, terutama tentang hak dan kewajiban suami dan istri. Bertanya kepada orang-orang yang sudah berpengalaman (sudah berumah tangga). Insay Allah, Allah akan memudahkan urusan Saudari yang akan menempuh lembaran baru sebagai pasangan hidup lelaki yang shaleh.
Karena itu, carilah lelaki yang baik menurut agama. Minta tolong orang-orang dekatmu untuk membantu mencarikan sosok pria yang shaleh dan amanah. Lelaki yang shaleh – dengan izin Allah- akan menuntun Saudari menuju kebaikan dunia dan akhirat. Semoga mendapatkan kemudahan dalam setiap urusan. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/pernikahan/didesak-ibu-untuk-menikah.html#ixzz1NsWNFY8P
Jawab: Ukhti Ulya, semoga Allah selalu menaunginya dengan hidayah dan kemudahan.
Di saat sebagian akhwat menghadapi hal-hal yang bertentangan dari orang-orang tua mereka yang tentunya sangat berat mereka rasakan terutama dalam pernikahan, sementara Saudari justru mendapatkan lampu hijau langsung dari orang tua (Ibu). Beliau malah menyuruh Saudari untuk segera menikah (mencari jodoh). Ini sebuah kemudahan. Apa yang harus Saudari khawatirkan?
Kami sarankan untuk segera menyanmbutnya. Itu akan lebih baik, karena dengan itu, Saudari telah menaati perintah orang tua. Kedua, kehormatan akan lebih terjaga, apalagi di masa yang pergaulan bebas lelai-perempuan sudah serasa bukan pelanggaran stariat di mata sebagian orang tua. Ibu pasti berharap kebaikan bagi putra-putrinya. Bila memerintahkan Saudari bahkan melakukan pendesakan, maka artinya merupakan bentuk perhatian baik orang tua kepada Saudari demi menjaga kebaikan dan kehormatan putrinya. Masalah ketidaksiapan yang terkadang dipakai alasan sebagian wanita, jangan dijadikan alasan. Cepat atau lambat, Saudari akan beradaptasi dan bisa menjadi istri yang baik serta bertanggung jawab bagi rumah tangga suami nantinya. Pelajari seluk-beluk dunia rumah tangga melalui penjelasan Islam, terutama tentang hak dan kewajiban suami dan istri. Bertanya kepada orang-orang yang sudah berpengalaman (sudah berumah tangga). Insay Allah, Allah akan memudahkan urusan Saudari yang akan menempuh lembaran baru sebagai pasangan hidup lelaki yang shaleh.
Karena itu, carilah lelaki yang baik menurut agama. Minta tolong orang-orang dekatmu untuk membantu mencarikan sosok pria yang shaleh dan amanah. Lelaki yang shaleh – dengan izin Allah- akan menuntun Saudari menuju kebaikan dunia dan akhirat. Semoga mendapatkan kemudahan dalam setiap urusan. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/pernikahan/didesak-ibu-untuk-menikah.html#ixzz1NsWNFY8P
Waspadai Penyakit di Musim Pancaroba
Hujan mulai sering turun dan perlahan-lahan mengubah udara panas dan kering khas musim kemarau menjadi udara yang dingin dan sejuk. Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, atau yang sering disebut dengan “musim pancaroba” ini, ternyata memunculkan berbagai macam penyakit yang tentunya perlu kita waspadai. Hujan dan panas yang silih berganti merupakan salah satu faktor yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh kita. Pergantian cuaca yang tiba-tiba, memaksa tiguh kita untuk bekerja lebih keras guna menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Sehingga, tidak mengherankan jika kita mudah sekali terkena infeksi. Selain itu, genangan air dan kelembaban yang meningkat juga makin menambah suburnya sumber-sumber penyakit. Pada kesempatan ini, akan dibahas penyakit-penyakit yang paling sering muncul di musim pancaroba dan disertai dengan cara-cara penaganan dan pencegahannya.
Flu Yang Sangat Mengganggu
Hampir semua orang pernah mengalami penyakit yang satu ini. Influenza (flu) memang bukanlah penyakit berbahaya, namun sangat mengganggu. Meskipun nampaknya sepele, penanganan yang tidak dapat memperlama proses penyembuhan dan tentunya akan mengganggu kegiatan kita sehari-hari.
Virus influenza menyerang hidung dan tenggorokan. Gejala awal influenza, yaitu gatal di tenggorokan, sakit kepala, dan demam. Kemudian diikiuti dengan keluarnya cairan atau lendir dari hidung serta kadang juga disertai dengan batuk dan rasa pegal atau ngilu pada persendian. Influenza disebabkan oleh virus dan bisa sembuh sendiri asalkan daya tahan tubuh kita baik, InsayAllah. Oleh karena itu, tidak diperlukan obat-obatan khusus dalam penanganannya. Untuk meningkatkan daya tubuh, diajurkan untuk cukup istirahat, banyak minum, dan makan makan bergizi terutama buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu biji, dan lain-lain. Selain itu, bisa juga ditambah dengan konsumsi madu, seduahn jahe, dan sup hangat yang membuat tubuh nenjadi lebih segar.
Jangan Sepelekan Radang Tenggorokan
Radang tenggorokan merupakan gangguan pada daerah tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Virus yang sering memicu radang tenggorokan adalah virus influenza, sedangkan bakteri yang paling sering menimbulkan radang tenggorokan adalah jenis stretococcus. Oleh karena itu, seringkali seseorang yang menderita influenza atau batuk pilek dalam waktu lama dan tidak mendapatkan penanganan yang benar bisa mengalami radang tenggorokan.
Awas! Diare Menyerang
Diare (mencret) ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (lebih dari 3 kali dalam sehari) dengan kepadatan tinja yang lebih lunak (encer) dari biasanya. Diare merupakan salah sati penyakit yang paling sering terjadi pada masa pancaroba. Berbeda dengan influenza dan radang tenggorokan yang relatif lebih ringan, diare seringkali berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Diare yang tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dab bahkan bisa menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak.penggunaan obat sebenarnya tidak perlu, justru menyebabkan keterlambatan penanganan penderita diare, karena cairanlah yang paling dibutuhkan untuk mengganti cairan tubuh yang keluar ketika sering buang air. Oleh karena itu, segera berikan cairan bagi penderita diare, baik yang berupa air minum, kuah sayur, oralit, maupun ASI (Air Susu Ibu) bagi bayi yang masih menyusu.
Kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan dan terutama makanan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kejadian diare. Terlebih lagi pada musim pancaroba biasanya mulai turun hujan sehingga banyak sampah menggenang yang memicu munculnya banyak lalat. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan juga menjadi jalan masuknya virus maupun bakteri penyebab diare. Untuk penjelasan lebih jauh tentang diare, dapat dibaca kembali pada artikel celah kesehatan pada majalaah As-Sunnah edisi 01/XI/1428H/2007M.
Kita Mencegah Penyakit Saat Musim Pancaroba
Sudah seharusnya kita lebih waspada dengan banyaknya penyakit yang bermunculan saat musim pancaroba. Mencegah lebih baik daripada mengobati, maka dari itu ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan supaya badan tetap sehat dan terhindar dari penyakit saat musim pancaroba :
1. menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Biasakan mencuci tangan sebelum makan. Sedangkan untuk menjaga kebersihan lingkungan, bisa dimulai dari rumah kita sendiri, misalnya dengan mmebuang sampah pada tempatnya dan rutin membersihkan tempat penampungan air keluarga.
2. Menjaga kebugaran tubuh dengan rutin melakukan olahraga
3. Makan makanan bergizi dan mengonsumsi air dalam jumlah yang cukup (2 liter sehari).
4. Cukup istirahat dan tidak berlebihan dalam bekerja sehingga menguras tenaga.
5. Berhati-hati dalam memilih makanan dan tidak jajan sembarangan.
Hati-Hati Mengonsumsi Suplemen
Beberapa orang lebih memilih untuk mengonsumsi suplemen dalam rangka mendongkrak daya tahan tubh. Masayarakat banyak terpengaruh dengan iklan dan promosi produk suplemen yang menjanjikan bahwa denga mengonsumsi suplemen tersebut, tubuh jadi fit dan tidak mudah sakit. Salah satu suplemen yang banyak diminati adalah suplemen yang mengandung vitamin C dosis tinggi, bahkan sampai 1000 mg. Bagi kebanyakan orang, mengonsumsi suplemen tentu lebih praktis dan mudah daripada mengonsumsi sayuran dan buah-buahan segar. Hal seperti ini tentu sangat disayangkan, karena dosis yang ditawarkan produsen suplemen terlalu tinggi. Dalam kondisi sehat, kebutuhan anak hanya 35 mg sehari. Sedangkan ibu hamil dan menyusui membutuhkan vitamin C lebih banyak lagi.
Vitamin C memang mempunyai banyak sekali manfaat bagi tubuh kita, namun tentu penggunaan dalam dosis yang terlalu tinggi justru akan merugikan tubuh. Salah satu dampak yang muncul akibat vitamin C berlebih adalah terbentuknya batu ginjal. Timbulnya batu ginjal disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah bila terlalu sering mengonsumsi Vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama. Vitamin C jika sudah bercampur dengan air akan diurai menjadi satu bagunan kimia bernama oksalat. Jika oksalat dari Vitamin C ini berkumpul dan mengendap di ginjal, maka bisa terbentuk batu ginjal. Oleh karen itu, jangan sampai berlebihan dalam mengonsumsi suplemen vitamin C. Selain itu, disarankan untuk mengonsumsi vitamin C dari sumber yang alami (sayur dan buah-buahan seperti jambu biji, tomat, jeruk dan lain-lain).
Pertahankan Pola Hidup Sehat
Untuk menyesuaikan diri dengan kondisi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dibutuhkan stamina dan daya tahan tubuh yang prima. Kebiasaan berolahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi, cukup istirahat, dan bebas strea hendaknya kita mewujudkan dan kita pertahankan. Yang tidak kalah penting adalah membudayakan kebiasaan hidup bersih, sehingga kita tidak kaget jika sewaktu-waktu hujan turun terus menerus dan menggenangi daerah sekitar kita. Kita bisa mulai dengan melakukan kebiasaan baik seperti membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan sebelum makan, dan masih banyak lagi contoh nyata yang bisa kita lakukan. Sudahkah Anda menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar? Jika belum, mari kita mulai dari sekarang. (dr. Avie Andriyani Ummu Shoffiyah)
Referensi :
1. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Buku Ajar Diare, Tahun 1999, Penerbit Departemen Kesehatan RI
2. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, Buku Standar Pelayanan Medis, Tahun 2000, Penerbit Medika, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
3. Sumarmo S, Buku Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi 1. Tahun 2002, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/waspadai-penyakit-di-musim-pancaroba.html#ixzz1NsW5JeIF
Flu Yang Sangat Mengganggu
Hampir semua orang pernah mengalami penyakit yang satu ini. Influenza (flu) memang bukanlah penyakit berbahaya, namun sangat mengganggu. Meskipun nampaknya sepele, penanganan yang tidak dapat memperlama proses penyembuhan dan tentunya akan mengganggu kegiatan kita sehari-hari.
Virus influenza menyerang hidung dan tenggorokan. Gejala awal influenza, yaitu gatal di tenggorokan, sakit kepala, dan demam. Kemudian diikiuti dengan keluarnya cairan atau lendir dari hidung serta kadang juga disertai dengan batuk dan rasa pegal atau ngilu pada persendian. Influenza disebabkan oleh virus dan bisa sembuh sendiri asalkan daya tahan tubuh kita baik, InsayAllah. Oleh karena itu, tidak diperlukan obat-obatan khusus dalam penanganannya. Untuk meningkatkan daya tubuh, diajurkan untuk cukup istirahat, banyak minum, dan makan makan bergizi terutama buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu biji, dan lain-lain. Selain itu, bisa juga ditambah dengan konsumsi madu, seduahn jahe, dan sup hangat yang membuat tubuh nenjadi lebih segar.
Jangan Sepelekan Radang Tenggorokan
Radang tenggorokan merupakan gangguan pada daerah tenggorokan yang disebabkan oleh infeksi virus maupun bakteri. Virus yang sering memicu radang tenggorokan adalah virus influenza, sedangkan bakteri yang paling sering menimbulkan radang tenggorokan adalah jenis stretococcus. Oleh karena itu, seringkali seseorang yang menderita influenza atau batuk pilek dalam waktu lama dan tidak mendapatkan penanganan yang benar bisa mengalami radang tenggorokan.
Awas! Diare Menyerang
Diare (mencret) ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (lebih dari 3 kali dalam sehari) dengan kepadatan tinja yang lebih lunak (encer) dari biasanya. Diare merupakan salah sati penyakit yang paling sering terjadi pada masa pancaroba. Berbeda dengan influenza dan radang tenggorokan yang relatif lebih ringan, diare seringkali berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Diare yang tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh) dab bahkan bisa menyebabkan kematian, terutama pada bayi dan anak.penggunaan obat sebenarnya tidak perlu, justru menyebabkan keterlambatan penanganan penderita diare, karena cairanlah yang paling dibutuhkan untuk mengganti cairan tubuh yang keluar ketika sering buang air. Oleh karena itu, segera berikan cairan bagi penderita diare, baik yang berupa air minum, kuah sayur, oralit, maupun ASI (Air Susu Ibu) bagi bayi yang masih menyusu.
Kurangnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan dan terutama makanan merupakan salah satu faktor yang meningkatkan kejadian diare. Terlebih lagi pada musim pancaroba biasanya mulai turun hujan sehingga banyak sampah menggenang yang memicu munculnya banyak lalat. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan juga menjadi jalan masuknya virus maupun bakteri penyebab diare. Untuk penjelasan lebih jauh tentang diare, dapat dibaca kembali pada artikel celah kesehatan pada majalaah As-Sunnah edisi 01/XI/1428H/2007M.
Kita Mencegah Penyakit Saat Musim Pancaroba
Sudah seharusnya kita lebih waspada dengan banyaknya penyakit yang bermunculan saat musim pancaroba. Mencegah lebih baik daripada mengobati, maka dari itu ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan supaya badan tetap sehat dan terhindar dari penyakit saat musim pancaroba :
1. menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar. Biasakan mencuci tangan sebelum makan. Sedangkan untuk menjaga kebersihan lingkungan, bisa dimulai dari rumah kita sendiri, misalnya dengan mmebuang sampah pada tempatnya dan rutin membersihkan tempat penampungan air keluarga.
2. Menjaga kebugaran tubuh dengan rutin melakukan olahraga
3. Makan makanan bergizi dan mengonsumsi air dalam jumlah yang cukup (2 liter sehari).
4. Cukup istirahat dan tidak berlebihan dalam bekerja sehingga menguras tenaga.
5. Berhati-hati dalam memilih makanan dan tidak jajan sembarangan.
Hati-Hati Mengonsumsi Suplemen
Beberapa orang lebih memilih untuk mengonsumsi suplemen dalam rangka mendongkrak daya tahan tubh. Masayarakat banyak terpengaruh dengan iklan dan promosi produk suplemen yang menjanjikan bahwa denga mengonsumsi suplemen tersebut, tubuh jadi fit dan tidak mudah sakit. Salah satu suplemen yang banyak diminati adalah suplemen yang mengandung vitamin C dosis tinggi, bahkan sampai 1000 mg. Bagi kebanyakan orang, mengonsumsi suplemen tentu lebih praktis dan mudah daripada mengonsumsi sayuran dan buah-buahan segar. Hal seperti ini tentu sangat disayangkan, karena dosis yang ditawarkan produsen suplemen terlalu tinggi. Dalam kondisi sehat, kebutuhan anak hanya 35 mg sehari. Sedangkan ibu hamil dan menyusui membutuhkan vitamin C lebih banyak lagi.
Vitamin C memang mempunyai banyak sekali manfaat bagi tubuh kita, namun tentu penggunaan dalam dosis yang terlalu tinggi justru akan merugikan tubuh. Salah satu dampak yang muncul akibat vitamin C berlebih adalah terbentuknya batu ginjal. Timbulnya batu ginjal disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, salah satunya adalah bila terlalu sering mengonsumsi Vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama. Vitamin C jika sudah bercampur dengan air akan diurai menjadi satu bagunan kimia bernama oksalat. Jika oksalat dari Vitamin C ini berkumpul dan mengendap di ginjal, maka bisa terbentuk batu ginjal. Oleh karen itu, jangan sampai berlebihan dalam mengonsumsi suplemen vitamin C. Selain itu, disarankan untuk mengonsumsi vitamin C dari sumber yang alami (sayur dan buah-buahan seperti jambu biji, tomat, jeruk dan lain-lain).
Pertahankan Pola Hidup Sehat
Untuk menyesuaikan diri dengan kondisi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dibutuhkan stamina dan daya tahan tubuh yang prima. Kebiasaan berolahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi, cukup istirahat, dan bebas strea hendaknya kita mewujudkan dan kita pertahankan. Yang tidak kalah penting adalah membudayakan kebiasaan hidup bersih, sehingga kita tidak kaget jika sewaktu-waktu hujan turun terus menerus dan menggenangi daerah sekitar kita. Kita bisa mulai dengan melakukan kebiasaan baik seperti membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan sebelum makan, dan masih banyak lagi contoh nyata yang bisa kita lakukan. Sudahkah Anda menjaga kebersihan diri sendiri dan lingkungan sekitar? Jika belum, mari kita mulai dari sekarang. (dr. Avie Andriyani Ummu Shoffiyah)
Referensi :
1. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Buku Ajar Diare, Tahun 1999, Penerbit Departemen Kesehatan RI
2. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, Buku Standar Pelayanan Medis, Tahun 2000, Penerbit Medika, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
3. Sumarmo S, Buku Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi 1. Tahun 2002, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/waspadai-penyakit-di-musim-pancaroba.html#ixzz1NsW5JeIF
Gatal Pinggang Bawah
Tanya : Dokter, saya sering merasakan gatal di daerah pinggang ke bawah, terutama di sekitar kemaluan. Kadang sampai luka karena garukan. Bisa reda bila disiram air hangat. Kata dokter alergi, bila obat habis, sakit lagi. Sebenarnya apa ada obatnya biar tidak kambuh lagi?
Jawab : untuk mendiagnosa suatu penyakit kulit memang perlu dilihat. Akan tetapi, berdasar keterangan yang Anda sampaikan, kami cenderung pada kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur. Karena daerah pinggang ke bawah apalagi sekitar kemaluan tersebut adalah daerah lemaba yang baik untuk pertumbuhan jamur. Ciri yang lain adalah saat berkeringat akan lebih terasa gatal. Apabila dugaan ini benar, maka kebersihan kulit serta menjaga agar kulit tidak lembab misalnya sering berganti pakaian dalam akan mencegah berkembangnya jamur tersebut. Bisa pula diberikan obat anti jamur baik oral (diminum) maupun topikal (dioles). Akan tetapi, kemungkinan sebab lain yaitu alergi tidak pula bisa disingkirkan. Pemakain pakaian dalam dengan bahan tertentu pada sebagian orang bisa menimbulkan reaksi alergi yang akan menghilang bila penyebabnya dihindari. Penggunaan sabut anti septic sangat dianjurkan untuk kedua jenis penyakit di atas untuk menghindari infeksi oleh kuman lain yang bisa memperparah penyakit. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/gatal-pinggang-bawah.html#ixzz1NsVsovXX
Jawab : untuk mendiagnosa suatu penyakit kulit memang perlu dilihat. Akan tetapi, berdasar keterangan yang Anda sampaikan, kami cenderung pada kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur. Karena daerah pinggang ke bawah apalagi sekitar kemaluan tersebut adalah daerah lemaba yang baik untuk pertumbuhan jamur. Ciri yang lain adalah saat berkeringat akan lebih terasa gatal. Apabila dugaan ini benar, maka kebersihan kulit serta menjaga agar kulit tidak lembab misalnya sering berganti pakaian dalam akan mencegah berkembangnya jamur tersebut. Bisa pula diberikan obat anti jamur baik oral (diminum) maupun topikal (dioles). Akan tetapi, kemungkinan sebab lain yaitu alergi tidak pula bisa disingkirkan. Pemakain pakaian dalam dengan bahan tertentu pada sebagian orang bisa menimbulkan reaksi alergi yang akan menghilang bila penyebabnya dihindari. Penggunaan sabut anti septic sangat dianjurkan untuk kedua jenis penyakit di atas untuk menghindari infeksi oleh kuman lain yang bisa memperparah penyakit. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/gatal-pinggang-bawah.html#ixzz1NsVsovXX
Nafas Berat, Perut Kembung
Tanya : Dokter, saya mau tanya: Perut saya sering kembung dan napas terasa sesak/berat. Dada terasa sakit serta tenggorokan terasa tidak enak. Bagaimana mengatasinya?
Jawab : Perut kembung biasanya diakibatkan banyaknya gas yang timbul karena ketidaknormalan lambung. Bila keberadaan gas ini berlebihan maka lambung akan menekan organ-organ di sekitarnya. Bila ke atas maka akan mempengaruhi proses kembang-kempisnya paru paru. Inilah yang dirasakan sebagai perasaan sesak atau berat saat bernapas. Bila radang lambung itu meluas ke atas maka akan mempengaruhi pula kerongkongan sebagai jalan makanan. Akibatnya penderita akan merasakan terbakar atau panas di daerah dada atau rasa tidak enak. Jadi sumber dari keluhan anda di atas adalah lambung. Hindari makan makanan yang banyak mengandung gas seperti kol, sawi sera makanan yang merangsang, baik pedas maupun masam. Untuk obat-obatan bisa dikonsumsi antasida (penetral asam lambung) juga yang mengandung metilpolisiloksan. Hindari pula asap rokok dan kebiasaan makan tidak teratur. Minuman air madu juga sangat baik untuk kesehatan pencernaan. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/nafas-berat-perut-kembung.html#ixzz1NsVdf0j0
Jawab : Perut kembung biasanya diakibatkan banyaknya gas yang timbul karena ketidaknormalan lambung. Bila keberadaan gas ini berlebihan maka lambung akan menekan organ-organ di sekitarnya. Bila ke atas maka akan mempengaruhi proses kembang-kempisnya paru paru. Inilah yang dirasakan sebagai perasaan sesak atau berat saat bernapas. Bila radang lambung itu meluas ke atas maka akan mempengaruhi pula kerongkongan sebagai jalan makanan. Akibatnya penderita akan merasakan terbakar atau panas di daerah dada atau rasa tidak enak. Jadi sumber dari keluhan anda di atas adalah lambung. Hindari makan makanan yang banyak mengandung gas seperti kol, sawi sera makanan yang merangsang, baik pedas maupun masam. Untuk obat-obatan bisa dikonsumsi antasida (penetral asam lambung) juga yang mengandung metilpolisiloksan. Hindari pula asap rokok dan kebiasaan makan tidak teratur. Minuman air madu juga sangat baik untuk kesehatan pencernaan. Wallahu a’alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/nafas-berat-perut-kembung.html#ixzz1NsVdf0j0
Sakit Kepala Tiap Hari
Tanya : Dokter, kepala ana pusing tiap hari, terutama bagian atas pelipis sebelah kiri. Sudah bekam 2 kali belum sembuh juga. Bagaimana solusinya. Syukran.
Jawab : Sakit kepala banyak sebabnya, di antaranya trauma baru atau lama, tumor otak, kelebihan cairan otak (hidrosefalus), hipertensi atau penyebab lainnya. Bila terjadi cukup lama atau bertambah berat maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala untuk melihat ada tidaknya kelainan di dalam jaringan otak. Dari hasil CT scan tersebut akan ditentukan langkah yang tepat untuk mengatasinya. Anda tidak perlu khawatir karena mengetahui dan menanganinya segera akan lebih baik dari pada menunda. Kesembuhan itu dari Allah. Wallahu musta’an.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/sakit-kepala-tiap-hari.html#ixzz1NsVJmfC0
Jawab : Sakit kepala banyak sebabnya, di antaranya trauma baru atau lama, tumor otak, kelebihan cairan otak (hidrosefalus), hipertensi atau penyebab lainnya. Bila terjadi cukup lama atau bertambah berat maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala untuk melihat ada tidaknya kelainan di dalam jaringan otak. Dari hasil CT scan tersebut akan ditentukan langkah yang tepat untuk mengatasinya. Anda tidak perlu khawatir karena mengetahui dan menanganinya segera akan lebih baik dari pada menunda. Kesembuhan itu dari Allah. Wallahu musta’an.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1432H/2011M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
Source: http://islam-download.net/artikel.islami/kesehatan/sakit-kepala-tiap-hari.html#ixzz1NsVJmfC0
Sabtu, 28 Mei 2011
Keutamaan Berdakwah
Keutamaan Berdakwah [1]
Allah Ta’ala berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummi (buta huruf) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).” (QS. Al-Jumuah: 2)
dan Allah Ta’ala berfirman:
“Kalian adalah umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Alu Imran: 110)
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al-Anshari -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”(HR. Muslim no. 1893)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Barangsiapa yang mengajak menuju hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Barangsiapa yang mengajak menuju kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti doa orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim no. 2674)
Dari Abu Umamah Al-Bahili -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmizi no. 2685 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 1/36 dan Shahih Al-Jami’ no. 1883)
Makna bershalawat atasnya adalah mendoakan dan memintakan ampun untuknya.
Penjelasan ringkas:
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan selain mereka mewarisi ilmu mereka, mereka juga mewarisi tugas mereka yaitu berdakwah dan mengajak manusia menuju kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Karenanya mereka (para ulama) merupakan manusia yang terbaik pada setiap zaman tatkala mereka mewarisi tugas manusia yang terbaik pula, yaitu para nabi.
Dalam ayat surah Al-Jumuah di atas disebutkan 4 tugas para nabi yang juga merupakan tugas para ulama: Membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia, menyucikan mereka, mengajarkan Al-Kitab kepada mereka, dan mengajarkan sunnah kepada mereka. Inilah tugas mereka, sehingga barangsiapa yang mengajari manusia dengan selain dengan empat perkara ini maka sungguh dia telah melenceng dari tugasnya yang sebenarnya. Dan bisa dipastikan barangsiapa yang mengajak manusia dengan selain empat perkara ini maka dia telah mengajak mereka kepada kesesatan dan dia akan mendapatkan dosa semua orang yang telah dia sesatkan sampai hari kiamat.
Sebaliknya orang yang menjalankan keempat tugas ini maka sungguh dia telah mengajak kepada petunjuk dan dia akan mendapatkan pahala semua orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Bahkan bukan hanya itu, dia juga akan mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala serta akan didoakan dan dimintakan ampun oleh semua penghuni langit dan bumi, mulai dari semut di dalam tanah sampai para malaikat yang berada di atas langit.
Keutamaan Berdakwah [2]
Allah Ta’ala berfirman:
“Siapakah yang lebih baik ucapannya dari orang mengajak kepada Allah dan amalan saleh serta berkata, “Sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushshilat: 33)
Allah Ta’ala berfirman:
“Ajaklah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: Ini adalah jalanku yaitu aku mengajak kepada Allah di atas ilmu. Ini adalah jalanku dan orang yang mengikutiku.” (QS. Yusuf: 108)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Ali bin Abi Thalib pada perang Khaibar:
“Berjalanlah dengan tenang sampai kamu tiba di pinggiran kota mereka (negeri kafir), kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan ajari mereka hak Allah yang wajib mereka tunaikan di dalamnya. Karena demi Allah, seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang karena kamu maka itu jauh lebih baik bagimu daripada onta merah.” (HR. Al-Bukhari no. 3701 dan Muslim no. 2406)
Onta merah adalah onta terbaik, sekaligus lambang dari harta mereka yang paling berharga.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurani dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no. 2674)
Penjelasan ringkas:
Semua ayat dan hadits di atas sangat jelas menunjukkan betapa besarnya keutamaan berdakwah dan betapa banyaknya pahala orang yang berdakwah di jalan Allah.
Source 1 : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah.html
Source 2 : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah-2.html
Source : Keutamaan Berdakwah by islam-download.net
Allah Ta’ala berfirman:
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummi (buta huruf) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Hikmah (As-Sunnah).” (QS. Al-Jumuah: 2)
dan Allah Ta’ala berfirman:
“Kalian adalah umat terbaik yang pernah dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar.” (QS. Alu Imran: 110)
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al-Anshari -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.”(HR. Muslim no. 1893)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Barangsiapa yang mengajak menuju hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka. Barangsiapa yang mengajak menuju kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti doa orang-orang yang mengikutinya, tapi tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim no. 2674)
Dari Abu Umamah Al-Bahili -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
“Sesungguhnya para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmizi no. 2685 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 1/36 dan Shahih Al-Jami’ no. 1883)
Makna bershalawat atasnya adalah mendoakan dan memintakan ampun untuknya.
Penjelasan ringkas:
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan selain mereka mewarisi ilmu mereka, mereka juga mewarisi tugas mereka yaitu berdakwah dan mengajak manusia menuju kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Karenanya mereka (para ulama) merupakan manusia yang terbaik pada setiap zaman tatkala mereka mewarisi tugas manusia yang terbaik pula, yaitu para nabi.
Dalam ayat surah Al-Jumuah di atas disebutkan 4 tugas para nabi yang juga merupakan tugas para ulama: Membacakan ayat-ayat Allah kepada manusia, menyucikan mereka, mengajarkan Al-Kitab kepada mereka, dan mengajarkan sunnah kepada mereka. Inilah tugas mereka, sehingga barangsiapa yang mengajari manusia dengan selain dengan empat perkara ini maka sungguh dia telah melenceng dari tugasnya yang sebenarnya. Dan bisa dipastikan barangsiapa yang mengajak manusia dengan selain empat perkara ini maka dia telah mengajak mereka kepada kesesatan dan dia akan mendapatkan dosa semua orang yang telah dia sesatkan sampai hari kiamat.
Sebaliknya orang yang menjalankan keempat tugas ini maka sungguh dia telah mengajak kepada petunjuk dan dia akan mendapatkan pahala semua orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Bahkan bukan hanya itu, dia juga akan mendapatkan pengampunan dari Allah Ta’ala serta akan didoakan dan dimintakan ampun oleh semua penghuni langit dan bumi, mulai dari semut di dalam tanah sampai para malaikat yang berada di atas langit.
Keutamaan Berdakwah [2]
Allah Ta’ala berfirman:
“Siapakah yang lebih baik ucapannya dari orang mengajak kepada Allah dan amalan saleh serta berkata, “Sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Fushshilat: 33)
Allah Ta’ala berfirman:
“Ajaklah kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: Ini adalah jalanku yaitu aku mengajak kepada Allah di atas ilmu. Ini adalah jalanku dan orang yang mengikutiku.” (QS. Yusuf: 108)
Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Ali bin Abi Thalib pada perang Khaibar:
“Berjalanlah dengan tenang sampai kamu tiba di pinggiran kota mereka (negeri kafir), kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan ajari mereka hak Allah yang wajib mereka tunaikan di dalamnya. Karena demi Allah, seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang karena kamu maka itu jauh lebih baik bagimu daripada onta merah.” (HR. Al-Bukhari no. 3701 dan Muslim no. 2406)
Onta merah adalah onta terbaik, sekaligus lambang dari harta mereka yang paling berharga.
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang mengajak kepada hidayah maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa yang mengajak kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya dan hal itu tidak mengurani dosa mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no. 2674)
Penjelasan ringkas:
Semua ayat dan hadits di atas sangat jelas menunjukkan betapa besarnya keutamaan berdakwah dan betapa banyaknya pahala orang yang berdakwah di jalan Allah.
Source 1 : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah.html
Source 2 : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-berdakwah-2.html
Source : Keutamaan Berdakwah by islam-download.net
Syukur di Kala Meraih Sukses
Di kala impian belum terwujud, kita selalu banyak memohon dan terus bersabar menantinya. Namun di kala impian sukses tercapai, kadang kita malah lupa daratan dan melupakan Yang Di Atas yang telah memberikan berbagai kenikmatan. Oleh karenanya, apa kiat ketika kita telah mencapai hasil yang kita idam-idamkan? Itulah yang sedikit akan kami kupas dalam tulisan sederhana ini.
Akui Setiap Nikmat Berasal dari-Nya
Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang diinginkan dan dicari-cari. Nikmat ini harus diakui bahwa semuanya berasal dari Allah Ta’ala dan jangan berlaku angkuh dengan menyatakan ini berasal dari usahanya semata atau ia memang pantas mendapatkannya. Coba kita renungkan firman Allah Ta’ala,
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS. Fushshilat: 49). Atau pada ayat lainnya,
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (QS. Fushshilat: 51)
Inilah tabiat manusia, yang selalu tidak sabar jika ditimpa kebaikan atau kejelekan. Ia akan selalu berdo’a pada Allah agar diberikan kekayaan, harta, anak keturunan, dan hal dunia lainnya yang ia cari-cari. Dirinya tidak bisa merasa puas dengan yang sedikit. Atau jika sudah diberi lebih pun, dirinya akan selalu menambah lebih. Ketika ia ditimpa malapetaka (sakit dan kefakiran), ia pun putus asa. Namun lihatlah bagaimana jika ia mendapatkan nikmat setelah itu? Bagaimana jika ia diberi kekayaan dan kesehatan setelah itu? Ia pun lalai dari bersyukur pada Allah, bahkan ia pun melampaui batas sampai menyatakan semua rahmat (sehat dan kekayaan) itu didapat karena ia memang pantas memperolehnya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku.”(QS. Fushshilat: 50)
Sifat orang beriman tentu saja jika ia diberi suatu nikmat dan kesuksesan yang ia idam-idamkan, ia pun bersyukur pada Allah. Bahkan ia pun khawatir jangan-jangan ini adalah istidroj (cobaan yang akan membuat ia semakin larut dalam kemaksiatan yang ia terjang). Sedangkan jika hamba tersebut tertimpa musibah pada harta dan anak keturunannya, ia pun bersabar dan berharap karunia Allah agar lepas dari kesulitan serta ia tidak berputus asa.[1]
Ucapkanlah “Tahmid”
Inilah realisasi berikutnya dari syukur yaitu menampakkan nikmat tersebut dengan ucapan tahmid (alhamdulillah) melalui lisan. Ini adalah sesuatu yang diperintahkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh Dhuha: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami’ no. 3014).
Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do’a beliau ketika itu,
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).
Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, “Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?” Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah).”[2]
Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid (alhamdulillah) atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat maslahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong. Jika ia malah melakukannya dengan sombong, maka ini adalah suatu hal yang tercela.[3]
Memanfaatkan Nikmat dalam Amal Ketaatan
Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada dua hal di atas yaitu mengakui nikmat tersebut pada Allah dalam hati dan menyebut-nyebutnya dalam lisan, namun hendaklah ditambah dengan yang satu ini yaitu nikmat tersebut hendaklah dimanfaatkan dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat.
Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al Qur’an, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh oleh seorang hamba malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur.
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim mengatakan,
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”[4]
Mukhollad bin Al Husain mengatakan,
“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”[5]
Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhoi Allah (dengan anggota badan).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.”[6]
Merasa Puas dengan Rizki Yang Allah Beri
Karakter asal manusia adalah tidak puas dengan harta. Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai haditsnya. Ibnu Az Zubair pernah berkhutab di Makkah, lalu ia mengatakan,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)
Inilah watak asal manusia. Sikap seorang hamba yang benar adalah selalu bersyukur dengan nikmat dan rizki yang Allah beri walaupun itu sedikit. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)
Dan juga mesti kita yakini bahwa rizki yang Allah beri tersebut adalah yang terbaik bagi kita karena seandainya Allah melebihkan atau mengurangi dari yang kita butuh, pasti kita akan melampaui batas dan bertindak kufur. Allah Ta’alaberfirman,
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[7]
Patut diingat pula bahwa nikmat itu adalah segala apa yang diinginkan seseorang. Namun apakah nikmat dunia berupa harta dan lainnya adalah nikmat yang hakiki? Para ulama katakan, tidak demikian. Nikmat hakiki adalah kebahagiaan di negeri akhirat kelak. Tentu saja hal ini diperoleh dengan beramal sholih di dunia. Sedangkan nikmat dunia yang kita rasakan saat ini hanyalah nikmat sampingan semata. Semoga kita bisa benar-benar merenungkan hal ini.[8]
Jadilah Hamba yang Rajin Bersyukur
Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah apa pun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imron: 145)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS. Ibrahim: 7)
Ya Allah, anugerahkanlah kami sebagai hamba -Mu yang pandai bersyukur pada-Mu dan selalu merasa cukup dengan segala apa yang engkau beri.
Diselesaikan atas taufik Allah di Pangukan-Sleman, 23 Rabi’ul Akhir 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Source : http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/syukur-di-kala-meraih-sukses.html
[1] Lihat Taysir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 752, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H dan Tafsir Al Jalalain, hal. 482, Maktabah Ash Shofaa.
[2] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 262, Darul Aqidah, cetakan pertama, tahun 1426 H.
[3] Lihat Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, hal. 202, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan tahun 1424 H.
[4] Jaami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 294, Darul Muayyid
[5] ‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq
[6] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 11/135, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[7] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/278, Muassasah Qurthubah.
[8] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hal. 266.
Source : Syukur di Kala Meraih Sukses by islam-download.net
Akui Setiap Nikmat Berasal dari-Nya
Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang diinginkan dan dicari-cari. Nikmat ini harus diakui bahwa semuanya berasal dari Allah Ta’ala dan jangan berlaku angkuh dengan menyatakan ini berasal dari usahanya semata atau ia memang pantas mendapatkannya. Coba kita renungkan firman Allah Ta’ala,
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS. Fushshilat: 49). Atau pada ayat lainnya,
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (QS. Fushshilat: 51)
Inilah tabiat manusia, yang selalu tidak sabar jika ditimpa kebaikan atau kejelekan. Ia akan selalu berdo’a pada Allah agar diberikan kekayaan, harta, anak keturunan, dan hal dunia lainnya yang ia cari-cari. Dirinya tidak bisa merasa puas dengan yang sedikit. Atau jika sudah diberi lebih pun, dirinya akan selalu menambah lebih. Ketika ia ditimpa malapetaka (sakit dan kefakiran), ia pun putus asa. Namun lihatlah bagaimana jika ia mendapatkan nikmat setelah itu? Bagaimana jika ia diberi kekayaan dan kesehatan setelah itu? Ia pun lalai dari bersyukur pada Allah, bahkan ia pun melampaui batas sampai menyatakan semua rahmat (sehat dan kekayaan) itu didapat karena ia memang pantas memperolehnya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku.”(QS. Fushshilat: 50)
Sifat orang beriman tentu saja jika ia diberi suatu nikmat dan kesuksesan yang ia idam-idamkan, ia pun bersyukur pada Allah. Bahkan ia pun khawatir jangan-jangan ini adalah istidroj (cobaan yang akan membuat ia semakin larut dalam kemaksiatan yang ia terjang). Sedangkan jika hamba tersebut tertimpa musibah pada harta dan anak keturunannya, ia pun bersabar dan berharap karunia Allah agar lepas dari kesulitan serta ia tidak berputus asa.[1]
Ucapkanlah “Tahmid”
Inilah realisasi berikutnya dari syukur yaitu menampakkan nikmat tersebut dengan ucapan tahmid (alhamdulillah) melalui lisan. Ini adalah sesuatu yang diperintahkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh Dhuha: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
“Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami’ no. 3014).
Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do’a beliau ketika itu,
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).
Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, “Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?” Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah).”[2]
Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid (alhamdulillah) atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat maslahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong. Jika ia malah melakukannya dengan sombong, maka ini adalah suatu hal yang tercela.[3]
Memanfaatkan Nikmat dalam Amal Ketaatan
Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada dua hal di atas yaitu mengakui nikmat tersebut pada Allah dalam hati dan menyebut-nyebutnya dalam lisan, namun hendaklah ditambah dengan yang satu ini yaitu nikmat tersebut hendaklah dimanfaatkan dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat.
Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al Qur’an, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh oleh seorang hamba malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur.
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim mengatakan,
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”[4]
Mukhollad bin Al Husain mengatakan,
“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”[5]
Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhoi Allah (dengan anggota badan).
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.”[6]
Merasa Puas dengan Rizki Yang Allah Beri
Karakter asal manusia adalah tidak puas dengan harta. Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai haditsnya. Ibnu Az Zubair pernah berkhutab di Makkah, lalu ia mengatakan,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)
Inilah watak asal manusia. Sikap seorang hamba yang benar adalah selalu bersyukur dengan nikmat dan rizki yang Allah beri walaupun itu sedikit. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)
Dan juga mesti kita yakini bahwa rizki yang Allah beri tersebut adalah yang terbaik bagi kita karena seandainya Allah melebihkan atau mengurangi dari yang kita butuh, pasti kita akan melampaui batas dan bertindak kufur. Allah Ta’alaberfirman,
“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[7]
Patut diingat pula bahwa nikmat itu adalah segala apa yang diinginkan seseorang. Namun apakah nikmat dunia berupa harta dan lainnya adalah nikmat yang hakiki? Para ulama katakan, tidak demikian. Nikmat hakiki adalah kebahagiaan di negeri akhirat kelak. Tentu saja hal ini diperoleh dengan beramal sholih di dunia. Sedangkan nikmat dunia yang kita rasakan saat ini hanyalah nikmat sampingan semata. Semoga kita bisa benar-benar merenungkan hal ini.[8]
Jadilah Hamba yang Rajin Bersyukur
Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah apa pun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imron: 145)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS. Ibrahim: 7)
Ya Allah, anugerahkanlah kami sebagai hamba -Mu yang pandai bersyukur pada-Mu dan selalu merasa cukup dengan segala apa yang engkau beri.
Diselesaikan atas taufik Allah di Pangukan-Sleman, 23 Rabi’ul Akhir 1431 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Source : http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/syukur-di-kala-meraih-sukses.html
[1] Lihat Taysir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 752, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1420 H dan Tafsir Al Jalalain, hal. 482, Maktabah Ash Shofaa.
[2] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal. 262, Darul Aqidah, cetakan pertama, tahun 1426 H.
[3] Lihat Tafsir Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, hal. 202, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, cetakan tahun 1424 H.
[4] Jaami’ul Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab, 294, Darul Muayyid
[5] ‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq
[6] Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 11/135, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
[7] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 12/278, Muassasah Qurthubah.
[8] Lihat Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hal. 266.
Source : Syukur di Kala Meraih Sukses by islam-download.net
Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan
Oleh : Majdi As-Sayyid Ibrahim
“Artinya : Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”. [1]
Wahai Ukhti Mukminah !
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
“Artinya : Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. [Asy-Syura : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. [An-Nahl : 96]
“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.
“Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [Ar-Ra'd : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. [2]
Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikalah riwayat ini.
“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”.[3]
“Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata :’Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya.’Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.’Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan”. [4]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. [5]
Selagi engkau bertanya :”Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?”.
Dapat kami jawab :”Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata.”Aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.”Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.
Abdullah bin Mas’ud berkata.”Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?”
Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata.”Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya”. [6]
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. [7]
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
“Artinya : Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga .?. Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata.’Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.’Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut”. [8]
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engka ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata.”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman.’Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga” [9]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.”Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu .?”
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :”Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”.
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : “Asy-Syaibany pernah berkata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.’Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan.
Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,’sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”. [Al-Aqdud-Farid, 2/282]
Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya”. [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_________
Foote Note
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092
[2]. Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud
[3]. Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172
[4]. Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby
[5] Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby
[6]. Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127
[7]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130
[8]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131]
[9]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalamAth-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang. dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya
Source : http://almanhaj.or.id/content/222/slash/0
Source : Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan by islam-download.net
“Artinya : Dari Ummu Al-Ala’, dia berkata :”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk-ku tatkala aku sedang sakit, lalu beliau berkata. ‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-Ala’. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”. [1]
Wahai Ukhti Mukminah !
Sudah barang tentu engkau akan menghadapi cobaan di dalam kehidupan dunia ini. Boleh jadi cobaan itu menimpa langsung pada dirimu atau suamimu atau anakmu ataupun anggota keluarga yang lain. Tetapi justru disitulah akan tampak kadar imanmu. Allah menurunkan cobaan kepadamu, agar Dia bisa menguji imanmu, apakah engkau akan sabar ataukah engkau akan marah-marah, dan adakah engkau ridha terhadap takdir Allah ?
Wasiat yang ada dihadapanmu ini disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menasihati Ummu Al-Ala’ Radhiyallahu anha, seraya menjelaskan kepadanya bahwa orang mukmin itu diuji Rabb-nya agar Dia bisa menghapus kesalahan dan dosa-dosanya.
Selagi engkau memperhatikan kandungan Kitab Allah, tentu engkau akan mendapatkan bahwa yang bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat dan mengambil nasihat darinya adalah orang-orang yang sabar, sebagaimana firman Allah.
“Artinya : Dan, di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jikalau Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan) -Nya bagi setiap orang yang bersabar dan banyak bersyukur”. [Asy-Syura : 32-33]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memuji orang-orang yang sabar dan menyanjung mereka. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. [Al-Baqarah : 177]
Engkau juga akan tahu bahwa orang yang sabar adalah orang-orang yang dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya.
“Artinya : Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar”. [Ali Imran : 146]
Engkau juga akan mendapatkan bahwa Allah memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan balasan yang lebih baik daripada amalnya dan melipat gandakannya tanpa terhitung. Firman-Nya.
“Artinya : Dan, sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan”. [An-Nahl : 96]
“Artinya : Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. [Az-Zumar : 10]
Bahkan engkau akan mengetahui bahwa keberuntungan pada hari kiamat dan keselamatan dari neraka akan mejadi milik orang-orang yang sabar. Firman Allah.
“Artinya : Sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan) :’Salamun ‘alaikum bima shabartum’. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” [Ar-Ra'd : 23-24]
Benar. Semua ini merupakan balasan bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan. Lalu kenapa tidak ? Sedangkan orang mukmin selalu dalam keadaan yang baik ?.
Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya”. [2]
Engkau harus tahu bahwa Allah mengujimu menurut bobot iman yang engkau miliki. Apabila bobot imanmu berat, Allah akan memberikan cobaan yang lebih keras. Apabila ada kelemahan dalam agamamu, maka cobaan yang diberikan kepadamu juga lebih ringan. Perhatikalah riwayat ini.
“Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku pernah bertanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling keras cobaannya ?. Beliau menjawab. Para nabi, kemudian orang pilihan dan orang pilihan lagi. Maka seseorang akan diuji menurut agamanya. Apabila agamanya merupakan (agama) yang kuat, maka cobaannya juga berat. Dan, apabila di dalam agamanya ada kelemahan, maka dia akan diuji menurut agamanya. Tidaklah cobaan menyusahkan seorang hamba sehingga ia meninggalkannya berjalan di atas bumi dan tidak ada satu kesalahan pun pada dirinya”.[3]
“Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata :’Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya.’Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.’Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, apabila salah seorang diantara mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan”. [4]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :
“Artinya : Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. [5]
Selagi engkau bertanya :”Mengapa orang mukmin tidak menjadi terbebas karena keutamaannya di sisi Rabb.?”.
Dapat kami jawab :”Sebab Rabb kita hendak membersihkan orang Mukmin dari segala maksiat dan dosa-dosanya. Kebaikan-kebaikannya tidak akan tercipta kecuali dengan cara ini. Maka Dia mengujinya sehingga dapat membersihkannya. Inilah yang diterangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ummul ‘Ala dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata.”Aku memasuki tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau sedang demam, lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sungguh menderita demam yang sangat keras’.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.”Benar. Sesungguhnya aku demam layaknya dua orang diantara kamu yang sedang demam”.
Abdullah bin Mas’ud berkata.”Dengan begitu berarti ada dua pahala bagi engkau ?”
Beliau menjawab. “Benar”. Kemudian beliau berkata.”Tidaklah seorang muslim menderita sakit karena suatu penyakit dan juga lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan penyakit itu, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya”. [6]
Dari Abi Sa’id Al-Khudry dan Abu Hurairah Radhiyallahu anhuma, keduanya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Tidaklah seorang Mukmin ditimpa sakit, letih, demam, sedih hingga kekhawatiran yang mengusiknya, melainkan Allah mengampuni kesalahan-kesalahannya”. [7]
Sabar menghadapi sakit, menguasai diri karena kekhawatiran dan emosi, menahan lidahnya agar tidak mengeluh, merupakan bekal bagi orang mukmin dalam perjalanan hidupnya di dunia. Maka dari itu sabar termasuk dari sebagian iman, sama seperti kedudukan kepala bagi badan. Tidak ada iman bagi orang yang tidak sabar, sebagaimana badan yang tidak ada artinya tanpa kepala. Maka Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata. “Kehidupan yang paling baik ialah apabila kita mengetahuinya dengan berbekal kesabaran”. Maka andaikata engkau mengetahui tentang pahala dan berbagai cobaan yang telah dijanjikan Allah bagimu, tentu engkau bisa bersabar dalam menghadapi sakit. Perhatikanlah riwayat berikut ini.
“Artinya : Dari Atha’ bin Abu Rabbah, dia berkata. “Ibnu Abbas pernah berkata kepadaku. ‘Maukah kutunjukkan kepadamu seorang wanita penghuni sorga .?. Aku menjawab. ‘Ya’. Dia (Ibnu Abbas) berkata. “Wanita berkulit hitam itu pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata.’Sesungguhnya aku sakit ayan dan (auratku) terbuka. Maka berdoalah bagi diriku. Beliau berkata.’Apabila engkau menghendaki, maka engkau bisa bersabar dan bagimu adalah sorga. Dan, apabila engkau menghendaki bisa berdo’a sendiri kepada Allah hingga Dia memberimu afiat’. Lalu wanita itu berkata. ‘Aku akan bersabar. Wanita itu berkata lagi. ‘Sesungguhnya (auratku) terbuka. Maka berdo’alah kepada Allah bagi diriku agar (auratku) tidak terbuka’. Maka beliau pun berdoa bagi wanita tersebut”. [8]
Perhatikanlah, ternyata wanita itu memilih untuk bersabar menghadapi penyakitnya dan dia pun masuk sorga. Begitulah yang mestinya engka ketahui, bahwa sabar menghadapi cobaan dunia akan mewariskan sorga. Diantara jenis kesabaran menghadapi cobaan ialah kesabaran wanita muslimah karena diuji kebutaan oleh Rabb-nya. Disini pahalanya jauh lebih besar.
Dari Anas bin Malik, dia berkata.”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata.
“Artinya : Sesungguhnya Allah berfirman.’Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kebutaan) pada kedua matanya lalu dia bersabar, maka Aku akan mengganti kedua matanya itu dengan sorga” [9]
Maka engkau harus mampu menahan diri tatkala sakit dan menyembunyikan cobaan yang menimpamu. Al-Fudhail bin Iyadh pernah mendengar seseorang mengadukan cobaan yang menimpanya. Maka dia berkata kepadanya.”Bagaimana mungkin engkau mengadukan yang merahmatimu kepada orang yang tidak memberikan rahmat kepadamu .?”
Sebagian orang Salaf yang shalih berkata :”Barangsiapa yang mengadukan musibah yang menimpanya, seakan-akan dia mengadukan Rabb-nya”.
Yang dimaksud mengadukan di sini bukan membeberkan penyakit kepada dokter yang mengobatinya. Tetapi pengaduan itu merupakan gambaran penyesalan dan penderitaan karena mendapat cobaan dari Allah, yang dilontarkan kepada orang yang tidak mampu mengobati, seperti kepada teman atau tetangga.
Orang-orang Salaf yang shalih dari umat kita pernah berkata. “Empat hal termasuk simpanan sorga, yaitu menyembunyikan musibah, menyembunyikan merahasiakan) shadaqah, menyembunyikan kelebihan dan menyembunyikan sakit”.
Ukhti Muslimah !
Selanjutnya perhatikan perkataan Ibnu Abdi Rabbah Al-Andalusy : “Asy-Syaibany pernah berkata.’Temanku pernah memberitahukan kepadaku seraya berkata.’Syuraih mendengar tatkala aku mengeluhkan kesedihanku kepada seorang teman. Maka dia memegang tanganku seraya berkata.’Wahai anak saudaraku, janganlah engkau mengeluh kepada selain Allah. Karena orang yang engkau keluhi itu tidak lepas dari kedudukannya sebagai teman atau lawan.
Kalau dia seorang teman, berarti engkau berduka dan tidak bisa memberimu manfaat. Kalau dia seorang lawan, maka dia akan bergembira karena deritamu. Lihatlah salah satu mataku ini,’sambil menunjuk ke arah matanya’, demi Allah, dengan mata ini aku tidak pernah bisa melihat seorangpun, tidak pula teman sejak lima tahun yang lalu. Namun aku tidak pernah memberitahukannya kepada seseorang hingga detik ini. Tidakkah engkau mendengar perkataan seorang hamba yang shalih (Yusuf) :”Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku”. Maka jadikanlah Allah sebagai tempatmu mengadu tatkala ada musibah yang menimpamu. Sesungguhnya Dia adalah penanggung jawab yang paling mulia dan yang paling dekat untuk dimintai do’a”. [Al-Aqdud-Farid, 2/282]
Abud-Darda’ Radhiyallahu anhu berkata. “Apabila Allah telah menetapkan suatu taqdir,maka yang paling dicintai-Nya adalah meridhai taqdir-Nya”. [Az-Zuhd, Ibnul Mubarak, hal. 125]
Perbaharuilah imanmu dengan lafazh La ilaha illallah dan carilah pahala di sisi Allah karena cobaan yang menimpamu. Janganlah sekali-kali engkau katakan :”Andaikan saja hal ini tidak terjadi”, tatkala menghadapi taqdir Allah. Sesungguhnya tidak ada taufik kecuali dari sisi Allah.
[Disalin dari kitab Al-Khamsuna Wasyiyyah Min Washaya Ar-Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Lin Nisa, Edisi Indonesia Lima Puluh Wasiat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Bagi Wanita, Pengarang Majdi As-Sayyid Ibrahim, Penerjemah Kathur Suhardi, Terbitan Pustaka Al-Kautsar]
_________
Foote Note
[1]. Isnadnya Shahih, ditakhrij Abu Daud, hadits nomor 3092
[2]. Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud
[3]. Isnadnya shahih,ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 1509, Ibnu Majah, hadits nomor 4023, Ad-Darimy 2/320, Ahmad 1/172
[4]. Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby
[5] Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby
[6]. Ditakhrij Al-Bukhari, 7/149. Muslim 16/127
[7]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/148-149, Muslim 16/130
[8]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/150. Muslim 16/131]
[9]. Ditakhrij Al-Bukhari 7/151 dalamAth-Thibb. Menurut Al-Hafidz di dalam Al-Fath, yang dimaksud habibatain adalah dua hal yang dicintai. Sebab itu kedua mata merupakan anggota badan manusia yang paling dicintai. Sebab dengan tidak adanya kedua mata, penglihatannya menjadi hilang, sehingga dia tidak dapat melihat kebaikan sehingga membuatnya senang. dan tidak dapat melihat keburukan sehingga dia bisa menghindarinya
Source : http://almanhaj.or.id/content/222/slash/0
Source : Keutamaan Sabar Menghadapi Cobaan by islam-download.net
Keutamaan Do’a & Dzikir
KEUTAMAAN DO’A DAN DZIKIR
KEUTAMAAN DO’A
Allah berfirman:
ayat19.jpg
“Dan Rabb-mu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(QS Al Mu’min :60)
Allah berfirman:
ayat28.jpg
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS.Al Baqarah:186)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat37.jpg
“Do’a adalah ibadah, Rabb kalian berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan bagimu.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
ayat45.jpg
“Do’a itu bermanfaat terhadap apa yang sudah menimpa atau yang belum menimpa. Oleh karena itu wahai sekalian hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a.”(HR. At Tirmidzi, dan al Hakim)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
ayat53.jpg
“Sesungguhnya Rabb kalian Yang Mahasuci lagi Mahatinggi itu Mahamalu lagi Mahamulia, Dia malu terhadap hamba-Nya jika dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud. at Tirmidzi, Ibnu Majah)
Selan itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, meliankan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atu Dia akan menyimpan baginya di akhirat kelak, atau Dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.” Maka para sahabatpun berkata: “Kalau begitu kita memperbanyaknya.” Beliau bersabda: “Allah lebih banyak (memberikan pahala).” (HR. Ahmad, Bukhari dalam Adabul Mufrad, Al Hakim dan at Tirmidzi. Di Shahihkan oleh Syaikh al Albani).
KEUTAMAAN DZIKIR
Allah berfirman:
ayat64.jpg
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah:152)
ayat72.jpg
“Dan sebutlah (Nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksa-Nya), serta tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al- A’raaf:205)
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzaab:41)
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (Nama) Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab:35)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat82.jpg
“Maukah kamu aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Raja-mu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infak emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada daripada beretmu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka yang memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata: “Mau (wahai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah. Hadits shahih)
ayat91.jpg
“Perumpamaan orang yang ingat (berdzikir) kepada Rabb-nya dengan orang yang tidak ingat (berdzikir) kepada Rabb-nya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam suatu perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim, lafazd ini adalah lafadz Bukhari)
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu, dia menerangkan bahwa ada seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu beritahukanlah aku (tentang) sesuatu untuk (dijadikan) pegangan.” Beliau bersabda:
ayat101.jpg
“Tidak henti-hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya).” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah)
ayat112.jpg
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al Qur’an, akan mendapatkan satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan akan dilkipatkan sepuluh kali lipat. ‘Aku tidak berkata ‘Alif laam miim, satu huruf’. Akan tetapi alif saru huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. At Tirmidzi)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam keluar, sedang kami diserambi masjid Nabawi. Lalu beliau bersabda:‘Siapakah diantara kalian yang senang berangkat di waktu pagi setiap hari ke Buth-han atau al ‘Aqiq, lalu kembali dengan membawa dua unta yang besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus silaturrahmi?’ Kami (yang hadir) berkata: ‘Ya, kami senang wahai Rasulullah!’ Lalu beliau bersabda: ‘Apakah seseorang di antara kalian tidak berangkat ke masjid di waktu pagi, lalau memahami atau membaca dua ayat al Qur’an, hal itu lebih baik baginya daripada dua unta. Dan (bila memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta). Dan (memahami atau mengajarkan) empat ayat akan lebih baik baginya daripada memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.’”
(HR. Muslim)
ayat122.jpg
“Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan hukuman dari Allah.” (HR. Abu Dawud)
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka, maka jika Allah menghendaki, (Dia) akan menyiksa mereka dan jika menghendaki, (Dia) akan mengampuni mereka.” (HR. At Tirmidzi dan Ahmad.)
ayat132.jpg
“Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis yang mereka tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari kiamat).” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan al Hakim)
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah menjelaskan: “Hadits-hadits ini menunjukkan wajibnya berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada RasulullahShalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam setiap majelis, karena di dalam hadits-hadits tersebut terdapat kata-kata:
‘Jika Allah menghendaki, Allah akan siksa dan jika Allah menghendaki, Dia mengampuni mereka.’
‘Mereka bangkit seperti bangkai keledai’, hal ini merupakan penyerupaan tentang jeleknya amal mereka.
‘Orang-orang yang tidak berdzikir akan menyesal pada hari Kiamat.’
Imam Al Munawi berkata: Ditekankan berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam majelis dan ketika bangkit dari majelis dengan lafazh mana saja (yang disesuaikan), dan yang paling sempurna adalah dengan kaffaaratul majelis.’” (Lihat Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah I/162-163)
Maraji’: Kitab Do’a dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al Q ur’an dan as Sunnah, penulis Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas, penerbit Pustaka Imam Asy Syafi’i
Source : http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/08/keutamaan-doa-dan-dzikir/
Source : Keutamaan Do’a & Dzikir by islam-download.net
KEUTAMAAN DO’A
Allah berfirman:
ayat19.jpg
“Dan Rabb-mu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”(QS Al Mu’min :60)
Allah berfirman:
ayat28.jpg
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS.Al Baqarah:186)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat37.jpg
“Do’a adalah ibadah, Rabb kalian berfirman: ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan bagimu.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)
ayat45.jpg
“Do’a itu bermanfaat terhadap apa yang sudah menimpa atau yang belum menimpa. Oleh karena itu wahai sekalian hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a.”(HR. At Tirmidzi, dan al Hakim)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
ayat53.jpg
“Sesungguhnya Rabb kalian Yang Mahasuci lagi Mahatinggi itu Mahamalu lagi Mahamulia, Dia malu terhadap hamba-Nya jika dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya untuk mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud. at Tirmidzi, Ibnu Majah)
Selan itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, meliankan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atu Dia akan menyimpan baginya di akhirat kelak, atau Dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.” Maka para sahabatpun berkata: “Kalau begitu kita memperbanyaknya.” Beliau bersabda: “Allah lebih banyak (memberikan pahala).” (HR. Ahmad, Bukhari dalam Adabul Mufrad, Al Hakim dan at Tirmidzi. Di Shahihkan oleh Syaikh al Albani).
KEUTAMAAN DZIKIR
Allah berfirman:
ayat64.jpg
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah:152)
ayat72.jpg
“Dan sebutlah (Nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksa-Nya), serta tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al- A’raaf:205)
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzaab:41)
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (Nama) Allah, maka Allah telah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab:35)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat82.jpg
“Maukah kamu aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Raja-mu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infak emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada daripada beretmu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka yang memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata: “Mau (wahai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah. Hadits shahih)
ayat91.jpg
“Perumpamaan orang yang ingat (berdzikir) kepada Rabb-nya dengan orang yang tidak ingat (berdzikir) kepada Rabb-nya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam suatu perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Al Bukhari dan Muslim, lafazd ini adalah lafadz Bukhari)
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiallahu ‘anhu, dia menerangkan bahwa ada seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu beritahukanlah aku (tentang) sesuatu untuk (dijadikan) pegangan.” Beliau bersabda:
ayat101.jpg
“Tidak henti-hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya).” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah)
ayat112.jpg
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al Qur’an, akan mendapatkan satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan akan dilkipatkan sepuluh kali lipat. ‘Aku tidak berkata ‘Alif laam miim, satu huruf’. Akan tetapi alif saru huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. At Tirmidzi)
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam keluar, sedang kami diserambi masjid Nabawi. Lalu beliau bersabda:‘Siapakah diantara kalian yang senang berangkat di waktu pagi setiap hari ke Buth-han atau al ‘Aqiq, lalu kembali dengan membawa dua unta yang besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus silaturrahmi?’ Kami (yang hadir) berkata: ‘Ya, kami senang wahai Rasulullah!’ Lalu beliau bersabda: ‘Apakah seseorang di antara kalian tidak berangkat ke masjid di waktu pagi, lalau memahami atau membaca dua ayat al Qur’an, hal itu lebih baik baginya daripada dua unta. Dan (bila memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta). Dan (memahami atau mengajarkan) empat ayat akan lebih baik baginya daripada memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.’”
(HR. Muslim)
ayat122.jpg
“Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan hukuman dari Allah.” (HR. Abu Dawud)
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka, maka jika Allah menghendaki, (Dia) akan menyiksa mereka dan jika menghendaki, (Dia) akan mengampuni mereka.” (HR. At Tirmidzi dan Ahmad.)
ayat132.jpg
“Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis yang mereka tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari kiamat).” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan al Hakim)
Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah menjelaskan: “Hadits-hadits ini menunjukkan wajibnya berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada RasulullahShalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam setiap majelis, karena di dalam hadits-hadits tersebut terdapat kata-kata:
‘Jika Allah menghendaki, Allah akan siksa dan jika Allah menghendaki, Dia mengampuni mereka.’
‘Mereka bangkit seperti bangkai keledai’, hal ini merupakan penyerupaan tentang jeleknya amal mereka.
‘Orang-orang yang tidak berdzikir akan menyesal pada hari Kiamat.’
Imam Al Munawi berkata: Ditekankan berdzikir kepada Allah dan bershalawat kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam majelis dan ketika bangkit dari majelis dengan lafazh mana saja (yang disesuaikan), dan yang paling sempurna adalah dengan kaffaaratul majelis.’” (Lihat Silsilah al Ahaadiits ash Shahiihah I/162-163)
Maraji’: Kitab Do’a dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al Q ur’an dan as Sunnah, penulis Ustadz Yasid bin Abdul Qadir Jawas, penerbit Pustaka Imam Asy Syafi’i
Source : http://abuzubair.wordpress.com/2007/09/08/keutamaan-doa-dan-dzikir/
Source : Keutamaan Do’a & Dzikir by islam-download.net
Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Keutamaan Membaca Al-Qur`an
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apakah salah seorang dari kalian suka jika ketika dia kembali kepada isterinya, di rumahnya dia mendapati tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam shalatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim no. 802)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu senilai dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf, dan MIIM satu huruf.” (HR. At-Tirmizi no. 2910 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Takhrij Ath-Thahawiah no. 158)
Dari ‘Aisyah radhiallahu anhda dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang yang mahir membaca Al-Qur`an, maka kedudukannya di akhirat bersama para malaikat yang mulia lagi baik. Sementara orang yang membaca Al-Qur`an dengan tertatah-tatah dan dia sulit dalam membacanya, maka dia mendapatkan dua pahala.”(HR. Muslim no. 798)
Penjelasan ringkas:
Al-Qur`an adalah firman (ucapan) Allah dan dia merupakan zikir yang paling utama. Karenanya, walaupun Al-Qur`an bersama sunnah keduanya adalah wahyu, akan tetapi Allah Ta’ala memberikan pahala khusus kepada setiap orang yang membaca Al-Qur`an, yang pahala ini tidak sama besarnya dengan yang didapatkan orang yang membaca hadits, walaupun itu hadits qudsi.
Yaitu bahwa setiap huruf dari Al-Qur`an bernilai minimal 10 pahala, dan bisa lebih daripada itu sampai 700 kali lipat berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim tentang pelipatgandaan pahala.
Selain keutamaan berupa pahala itu, Allah Ta’ala menambahkan keutamaan besar lainnya, yaitu bahwa orang yang mahir (lancar dan benar) dalam membaca Al-Qur`an akan ditempatkan bersama para malaikat yang mulia. Adapun bagi mereka yang baru belajar Al-Qur`an sehingga masih kesulitan dalam membacanya, maka bagi mereka dua pahala: Pahala atas bacaannya dan pahala yang kedua atas kesusahan yang dia alami.
Berikut beberapa dalil lainnya tentang keutamaan membaca dan mempelajari Al-Qur`an:
Dari Umar radhiallahu anhu secara marfu’:
“Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur`an ini sebagian kaum dan merendahkan sebagian lainnya juga dengannya.” (HR. Muslim no. 817)
Dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu secara marfu’:
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan yang mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5027)
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhu secara marfu’:
“Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur`an, “Bacalah dan naiklah ke atas. Bacalah dengan tartil sebagaimana dulu kamu di dunia membacanya dengan tartil. Karena jenjang kamu (di surga) berada di akhir ayat yang dulu kamu biasa baca.” (HR. Ahmad no. 6796 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 8122)
Source : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-membaca-al-quran.html
Source : Keutamaan Membaca Al-Qur’an by islam-download.net
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Apakah salah seorang dari kalian suka jika ketika dia kembali kepada isterinya, di rumahnya dia mendapati tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam shalatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim no. 802)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu senilai dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan ALIF LAAM MIIM itu satu huruf, akan tetapi ALIF satu huruf, LAAM satu huruf, dan MIIM satu huruf.” (HR. At-Tirmizi no. 2910 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Takhrij Ath-Thahawiah no. 158)
Dari ‘Aisyah radhiallahu anhda dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang yang mahir membaca Al-Qur`an, maka kedudukannya di akhirat bersama para malaikat yang mulia lagi baik. Sementara orang yang membaca Al-Qur`an dengan tertatah-tatah dan dia sulit dalam membacanya, maka dia mendapatkan dua pahala.”(HR. Muslim no. 798)
Penjelasan ringkas:
Al-Qur`an adalah firman (ucapan) Allah dan dia merupakan zikir yang paling utama. Karenanya, walaupun Al-Qur`an bersama sunnah keduanya adalah wahyu, akan tetapi Allah Ta’ala memberikan pahala khusus kepada setiap orang yang membaca Al-Qur`an, yang pahala ini tidak sama besarnya dengan yang didapatkan orang yang membaca hadits, walaupun itu hadits qudsi.
Yaitu bahwa setiap huruf dari Al-Qur`an bernilai minimal 10 pahala, dan bisa lebih daripada itu sampai 700 kali lipat berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim tentang pelipatgandaan pahala.
Selain keutamaan berupa pahala itu, Allah Ta’ala menambahkan keutamaan besar lainnya, yaitu bahwa orang yang mahir (lancar dan benar) dalam membaca Al-Qur`an akan ditempatkan bersama para malaikat yang mulia. Adapun bagi mereka yang baru belajar Al-Qur`an sehingga masih kesulitan dalam membacanya, maka bagi mereka dua pahala: Pahala atas bacaannya dan pahala yang kedua atas kesusahan yang dia alami.
Berikut beberapa dalil lainnya tentang keutamaan membaca dan mempelajari Al-Qur`an:
Dari Umar radhiallahu anhu secara marfu’:
“Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur`an ini sebagian kaum dan merendahkan sebagian lainnya juga dengannya.” (HR. Muslim no. 817)
Dari Utsman bin Affan radhiallahu anhu secara marfu’:
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan yang mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5027)
Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhu secara marfu’:
“Akan dikatakan kepada para penghafal Al-Qur`an, “Bacalah dan naiklah ke atas. Bacalah dengan tartil sebagaimana dulu kamu di dunia membacanya dengan tartil. Karena jenjang kamu (di surga) berada di akhir ayat yang dulu kamu biasa baca.” (HR. Ahmad no. 6796 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 8122)
Source : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-membaca-al-quran.html
Source : Keutamaan Membaca Al-Qur’an by islam-download.net
Dahsyatnya Sedekah!
Kedatangan bulan Ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan Ramadhan.
Mukmin Sejati Itu Dermawan
Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)
Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)
Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)
Keutamaan Bersedekah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.
Diantara keutamaan bersedekah antara lain:
1. Sedekah dapat menghapus dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)
Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)
2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)
3. Sedekah memberi keberkahan pada harta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)
Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”
4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)
5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)
6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)
An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”
7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)
8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)
9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:
“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)
Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?
Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan
Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)
Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.
Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Yaitu semangat untuk bersedekah lebih sering, lebih banyak dan lebih bermanfaat di bulan Ramadhan, melebihi bulan-bulan lainnya.
Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan
Salah satu sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih dahsyat dibanding sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:
1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.
Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:
“Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Muslim no.1151)
Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)
Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)
2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.
Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)
Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)
Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.
3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.
Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, setan berkata:
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16)
Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)
Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya. Subhanallah.
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar. Karena yang mendasari keyakinan ini adalah hadits yang lemah, yaitu hadits:
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun.” Kemudian para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).
Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:
“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)
Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. Subhanallah…
Ayo jangan tunda lagi…
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Sumber Artikel:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/dahsyatnya-sedekah-di-bulan-ramadhan.html
Source : Dahsyatnya Sedekah! by islam-download.net
Mukmin Sejati Itu Dermawan
Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar dari bulan Ramadhan adalah melalui sedekah. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah. Dan bulan Ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan bahkan memberi contoh kepada umat Islam untuk menjadi orang yang dermawan serta pemurah. Ketahuilah bahwa kedermawanan adalah salah satu sifat Allah Ta’ala, sebagaimana hadits:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744)
Dari hadits ini demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pelit dan bakhil adalah akhlak yang buruk dan bukanlah akhlak seorang mukmin sejati. Begitu juga, sifat suka meminta-minta, bukanlah ciri seorang mukmin. Bahkan sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah orang yang memberi dan tangan yang dibawah adalah orang yang meminta.” (HR. Bukhari no.1429, Muslim no.1033)
Selain itu, sifat dermawan jika di dukung dengan tafaqquh fiddin, mengilmui agama dengan baik, sehingga terkumpul dua sifat yaitu alim dan juud (dermawan), akan dicapai kedudukan hamba Allah yang paling tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dunia itu untuk 4 jenis hamba: Yang pertama, hamba yang diberikan rizqi oleh Allah serta kepahaman terhadap ilmu agama. Ia bertaqwa kepada Allah dalam menggunakan hartanya dan ia gunakan untuk menyambung silaturahim. Dan ia menyadari terdapat hak Allah pada hartanya. Maka inilah kedudukan hamba yang paling baik.” (HR. Tirmidzi, no.2325, ia berkata: “Hasan shahih”)
Keutamaan Bersedekah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar Al Haitami mengumpulkan ratusan hadits mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, meskipun hampir sebagiannya perlu dicek keshahihannya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah.
Diantara keutamaan bersedekah antara lain:
1. Sedekah dapat menghapus dosa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi, 614)
Diampuninya dosa dengan sebab sedekah di sini tentu saja harus disertai taubat atas dosa yang dilakukan. Tidak sebagaimana yang dilakukan sebagian orang yang sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, mengambil harta anak yatim, dan sebelum melakukan hal-hal ini ia sudah merencanakan untuk bersedekah setelahnya agar ‘impas’ tidak ada dosa. Yang demikian ini tidak dibenarkan karena termasuk dalam merasa aman dari makar Allah, yang merupakan dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
“Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al A’raf: 99)
2. Orang yang bersedekah akan mendapatkan naungan di hari akhir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang 7 jenis manusia yang mendapat naungan di suatu, hari yang ketika itu tidak ada naungan lain selain dari Allah, yaitu hari akhir. Salah satu jenis manusia yang mendapatkannya adalah:
“Seorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.” (HR. Bukhari no. 1421)
3. Sedekah memberi keberkahan pada harta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no. 2588)
Apa yang dimaksud hartanya tidak akan berkurang? Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan: “Para ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud disini mencakup 2 hal: Pertama, yaitu hartanya diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi ‘impas’ tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan. Kedua, jika secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut ‘impas’ tertutupi pahala yang didapat, dan pahala ini dilipatgandakan sampai berlipat-lipat banyaknya.”
4. Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah.
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid: 18)
5. Terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah.
“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no. 1027)
6. Sedekah akan menjadi bukti keimanan seseorang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah adalah bukti.” (HR. Muslim no.223)
An Nawawi menjelaskan: “Yaitu bukti kebenaran imannya. Oleh karena itu shadaqah dinamakan demikian karena merupakan bukti dari Shidqu Imanihi (kebenaran imannya)”
7. Sedekah dapat membebaskan dari siksa kubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani, di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib, 873)
8. Sedekah dapat mencegah pedagang melakukan maksiat dalam jual-beli
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa keduanya hadir dalam jual-beli. Maka hiasilah jual-beli kalian dengan sedekah.” (HR. Tirmidzi no. 1208, ia berkata: “Hasan shahih”)
9. Orang yang bersedekah merasakan dada yang lapang dan hati yang bahagia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan yang bagus tentang orang yang dermawan dengan orang yang pelit:
“Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit, dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap lingkar baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)
Dan hal ini tentu pernah kita buktikan sendiri bukan? Ada rasa senang, bangga, dada yang lapang setelah kita memberikan sedekah kepada orang lain yang membutuhkan.
Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang mengabarkan tentang manfaat sedekah dan keutamaan orang yang bersedekah. Tidakkah hati kita terpanggil?
Kedermawanan Rasulullah di Bulan Ramadhan
Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, teladan terbaik bagi kita, beliau adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan beliau lebih dahsyat lagi di bulan Ramadhan. Hal ini diceritakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau bertemu Jibril. Jibril menemuinya setiap malam untuk mengajarkan Al Qur’an. Dan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari, no.6)
Dari hadits di atas diketahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada dasarnya adalah seorang yang sangat dermawan. Ini juga ditegaskan oleh Anas bin Malik radhiallahu’anhu:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berani dan paling dermawan.” (HR. Bukhari no.1033, Muslim no. 2307)
Namun bulan Ramadhan merupakan momen yang spesial sehingga beliau lebih dermawan lagi. Bahkan dalam hadits, kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan melebihi angin yang berhembus. Diibaratkan demikian karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus cepat. Dalam hadits juga angin diberi sifat ‘mursalah’ (berhembus), mengisyaratkan kedermawanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki nilai manfaat yang besar, bukan asal memberi, serta terus-menerus sebagaimana angin yang baik dan bermanfaat adalah angin yang berhembus terus-menerus. Penjelasan ini disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari.
Oleh karena itu, kita yang mengaku meneladani beliau sudah selayaknya memiliki semangat yang sama. Yaitu semangat untuk bersedekah lebih sering, lebih banyak dan lebih bermanfaat di bulan Ramadhan, melebihi bulan-bulan lainnya.
Dahsyatnya Sedekah di Bulan Ramadhan
Salah satu sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi teladan untuk lebih bersemangat dalam bersedekah di bulan Ramadhan adalah karena bersedekah di bulan ini lebih dahsyat dibanding sedekah di bulan lainnya. Diantara keutamaan sedekah di bulan Ramadhan adalah:
1. Puasa digabungkan dengan sedekah dan shalat malam sama dengan jaminan surga.
Puasa di bulan Ramadhan adalah ibadah yang agung, bahkan pahala puasa tidak terbatas kelipatannya. Sebagaimana dikabarkan dalam sebuah hadits qudsi:
“Setiap amal manusia akan diganjar kebaikan semisalnya sampai 700 kali lipat. Allah Azza Wa Jalla berfirman: ‘Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.’” (HR. Muslim no.1151)
Dan sedekah, telah kita ketahui keutamaannya. Kemudian shalat malam, juga merupakan ibadah yang agung, jika didirikan di bulan Ramadhan dapat menjadi penghapus dosa-dosa yang telah lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang shalat malam karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari no.37, 2009, Muslim, no. 759)
Ketiga amalan yang agung ini terkumpul di bulan Ramadhan dan jika semuanya dikerjakan balasannya adalah jaminan surga. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya di surga terdapat ruangan-ruangan yang bagian luarnya dapat dilihat dari dalam dan bagian dalamnya dapat dilihat dari luar. Allah menganugerahkannya kepada orang yang berkata baik, bersedekah makanan, berpuasa, dan shalat dikala kebanyakan manusia tidur.” (HR. At Tirmidzi no.1984, Ibnu Hibban di Al Majruhin 1/317, dihasankan Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/47, dihasankan Al Albani di Shahih At Targhib, 946)
2. Mendapatkan tambahan pahala puasa dari orang lain.
Kita telah mengetahui betapa besarnya pahala puasa Ramadhan. Bayangkan jika kita bisa menambah pahala puasa kita dengan pahala puasa orang lain, maka pahala yang kita raih lebih berlipat lagi. Subhanallah! Dan ini bisa terjadi dengan sedekah, yaitu dengan memberikan hidangan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahalanya.” (HR. At Tirmidzi no 807, ia berkata: “Hasan shahih”)
Padahal hidangan berbuka puasa sudah cukup dengan tiga butir kurma atau bahkan hanya segelas air, sesuatu yang mudah dan murah untuk diberikan kepada orang lain.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa dengan beberapa ruthab (kurma basah), jika tidak ada maka dengan beberapa tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air.” (HR. At Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi, 696)
Betapa Allah Ta’ala sangat pemurah kepada hamba-Nya dengan membuka kesempatan menuai pahala begitu lebarnya di bulan yang penuh berkah ini.
3. Bersedekah di bulan Ramadhan lebih dimudahkan.
Salah satu keutamaan bersedekah di bulan Ramadhan adalah bahwa di bulan mulia ini, setiap orang lebih dimudahkan untuk berbuat amalan kebaikan, termasuk sedekah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada dasarnya manusia mudah terpedaya godaan setan yang senantiasa mengajak manusia meninggalkan kebaikan, setan berkata:
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus.” (Qs. Al A’raf: 16)
Sehingga manusia enggan dan berat untuk beramal. Namun di bulan Ramadhan ini Allah mudahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Jika datang bulan Ramadhan, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no.3277, Muslim no. 1079)
Dan pada realitanya kita melihat sendiri betapa suasana Ramadhan begitu berbedanya dengan bulan lain. Orang-orang bersemangat melakukan amalan kebaikan yang biasanya tidak ia lakukan di bulan-bulan lainnya. Subhanallah.
Adapun mengenai apa yang diyakini oleh sebagian orang, bahwa setiap amalan sunnah kebaikan di bulan Ramadhan diganjar pahala sebagaimana amalan wajib, dan amalan wajib diganjar dengan 70 kali lipat pahala ibadah wajib diluar bulan Ramadhan, keyakinan ini tidaklah benar. Karena yang mendasari keyakinan ini adalah hadits yang lemah, yaitu hadits:
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh berkah. Di dalamnya terdapat satu malam yang nilai (ibadah) di dalamnya lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai perbuatan sunnah (tathawwu’). Barangsiapa (pada bulan itu) mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu balasannya surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong, di mana di dalamnya rezki seorang Mukmin bertambah (ditambah). Barangsiapa (pada bulan itu) memberikan buka kepada seorang yang berpuasa, maka itu menjadi maghfirah (pengampunan) atas dosa-dosanya, penyelamatnya dari api neraka dan ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa (itu) sedikitpun.” Kemudian para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan sebagai buka orang yang berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan buka dari sebutir kurma, atau satu teguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Khuzaimah (no. 1887) dan Al Ash-habani dalam At Targhib (178). Hadits ini didhaifkan oleh para pakar hadits seperti Al Mundziri dalam Targhib Wat Tarhib (2/115), juga oleh Dhiya Al Maqdisi di Sunan Al Hakim (3/400), bahkan dikatakan oleh Al Albani hadits ini Munkar, dalam Silsilah Adh Dhaifah (871).
Ringkasnya, walaupun tidak terdapat kelipatan pahala 70 kali lipat pahala ibadah wajib di luar bulan Ramadhan, pada asalnya setiap amal kebaikan, baik di luar maupun di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah 10 sampai 700 kali lipat. Berdasarkan hadits:
“Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)
Oleh karena itu, orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat karena sedekah adalah amal kebaikan, kemudian berdasarkan Al A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah. Kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah. Lalu jika ia mengiringi amalan sedekahnya dengan puasa dengan shalat malam, maka diberi baginya jaminan surga. Kemudian jika ia tidak terlupa untuk bersedekah memberi hidangan berbuka puasa bagi bagi orang yang berpuasa, maka pahala yang sudah dilipatgandakan tadi ditambah lagi dengan pahala orang yang diberi sedekah. Jika orang yang diberi hidangan berbuka puasa lebih dari satu maka pahala yang didapat lebih berlipat lagi. Subhanallah…
Ayo jangan tunda lagi…
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
Sumber Artikel:
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/dahsyatnya-sedekah-di-bulan-ramadhan.html
Source : Dahsyatnya Sedekah! by islam-download.net
Keutamaan Menuntut Ilmu
MENUNTUT ILMU JALAN MENUJU SURGA
Oleh :Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.[Ali ‘Imran: 102]
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa': 1]
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71]
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
Amma ba’du:
Kepada saudara-saudaraku seiman dan se’aqidah…
Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah wajib hukumnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al-Baqarah: 153]
Juga firman-Nya:
“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim : 34]
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa manusia sangat zhalim dan sangat kufur karena mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i.
Manusia diberikan dua kenikmatan, namun banyak di antara mereka yang tertipu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[1]
Banyak di antara manusia yang tidak mengguna-kan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga dapat menambah amal kebaikannya.
Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji dari kitab-kitab para ulama Salaf, Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) dan kontinyu hingga kita diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan mentauhidkan Allah dan melaksanakan Sunnah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk selalu menuntut ilmu syar’i, diberikan kenikmatan atasnya, dan diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih.
Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28]
Yang dimaksud dengan al-hudaa (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh ummat-nya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya. [2]
Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.
[1]. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3]
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:
Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.
Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.[4]
[2]. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga
Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” [5]
Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.
“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.
“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.•
Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6]
Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Menge-tahui.” [Al-Ahzaab: 33-34]
Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga.
Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.
[3]. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7]
‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8]
Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.
Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan buku “Panduan Menuntut Ilmu”. Di antara yang penulis jelaskan di dalamnya adalah keutamaan menuntut ilmu, kiat-kiat dalam meraih ilmu syar’i, penghalang-penghalang dalam memperoleh ilmu, adab-adab dalam menuntut ilmu, hal-hal yang harus dijauhkan oleh para penuntut ilmu, perjalanan ulama dalam menuntut ilmu, dan yang lainnya. Penulis jelaskan masalah menuntut ilmu karena masalah ini sangatlah penting. Sebab, seseorang dapat memperoleh petunjuk, dapat memahami dan mengamalkan Islam dengan benar apabila ia belajar dari guru, kitab, dan cara yang benar. Sebaliknya, jika seseorang tidak mau belajar, atau ia belajar dari guru yang tidak mengikuti Sunnah, atau melalui cara belajar dan kitab yang dibacakan tidak benar, maka ia akan menyimpang dari jalan yang benar.
Para ulama terdahulu telah menulis kitab-kitab panduan dalam menuntut ilmu, seperti Imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, Imam Ibnu Jama’ah dengan kitabnya Tadzkiratus Samii’, begitu pula al-Khatib al-Baghdadi yang telah menulis banyak sekali kitab tentang berbagai macam disiplin ilmu, bahkan pada setiap disiplin ilmu hadits beliau tulis dalam kitab tersendiri. Juga ulama selainnya seperti Imam Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (dalam Majmuu’ Fataawaa-nya dan kitab-kitab lainnya), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (dalam kitabnya Miftaah Daaris Sa’aadah dan kitab-kitab lainnya), dan masih banyak lagi para ulama lainnya hingga zaman sekarang ini, seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh al-Albani, dan Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumullaah.
Dalam buku ini, penulis berusaha menyusunnya dari berbagai kitab para ulama terdahulu hingga sekarang dengan harapan buku ini menjadi panduan agar memudahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, memberikan semangat dalam menuntut ilmu, beradab dan berakhlak serta berperangai mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian, serta bagi kaum Muslimin. Mudah-mudahan amal ini diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan menjadi timbangan amal kebaikan penulis pada hari Kiamat. Dan mudah-mudahan dengan kita menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya, Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan jalan kita untuk me-masuki Surga-Nya. Aamiin.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpah-kan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para Shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari Kiamat.
[Disalin dari Muqaddimah buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6412), at-Tirmidzi (no. 2304), Ibnu Majah (no. 4170), Ahmad (I/258,344), ad-Darimi (II/297), al-Hakim (IV/306), dan selainnya dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[2]. Lihat kitab Taisiir Karimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H) rahimahullaah, cet. Muassasah ar-Risalah, th. 1417 H.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum
[4]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh ini milik Muslim.
• Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah (hal. 316-317).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Lihat takhrij lengkapnya dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562).
[8]. Disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40). Lihat kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 132).
Source : http://almanhaj.or.id/content/2307/slash/0
Source : Keutamaan Menuntut Ilmu by islam-download.net
Oleh :Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.[Ali ‘Imran: 102]
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa': 1]
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab: 70-71]
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur-an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam (As-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
Amma ba’du:
Kepada saudara-saudaraku seiman dan se’aqidah…
Mensyukuri nikmat-nikmat Allah adalah wajib hukumnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al-Baqarah: 153]
Juga firman-Nya:
“Dan jika kamu menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” [Ibrahim : 34]
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan bahwa manusia sangat zhalim dan sangat kufur karena mereka tidak mensyukuri nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada mereka.
Di antara nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah nikmat Islam, iman, rizki, harta, umur, waktu luang, dan kesehatan untuk beribadah kepada Allah dengan benar dan untuk menuntut ilmu syar’i.
Manusia diberikan dua kenikmatan, namun banyak di antara mereka yang tertipu. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu dengan keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”[1]
Banyak di antara manusia yang tidak mengguna-kan waktu sehat dan waktu luangnya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak gunakan untuk belajar tentang Islam, tidak ia gunakan untuk menimba ilmu syar’i. Padahal dengan menghadiri majelis taklim yang mengajarkan Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman para Shahabat, akan bertambah ilmu, keimanan, dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Juga dapat menambah amal kebaikannya.
Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji dari kitab-kitab para ulama Salaf, Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) dan kontinyu hingga kita diwafatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam keadaan mentauhidkan Allah dan melaksanakan Sunnah. Semoga Allah senantiasa memudahkan kita untuk selalu menuntut ilmu syar’i, diberikan kenikmatan atasnya, dan diberikan pemahaman yang benar tentang Islam dan Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih.
Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28]
Yang dimaksud dengan al-hudaa (petunjuk) dalam ayat ini adalah ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan diinul haqq (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Ta’ala mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad.
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyuruh ummat-nya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Ta’ala, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk, yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya. [2]
Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu adalah jalan yang lurus untuk dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil, Tauhid dan syirik, Sunnah dan bid’ah, yang ma’ruf dan yang munkar, dan antara yang bermanfaat dan yang membahayakan. Menuntut ilmu akan menambah hidayah serta membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang Muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Karena itulah menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.
[1]. Menuntut Ilmu Syar’i Wajib Bagi Setiap Muslim Dan Muslimah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”[3]
Imam al-Qurthubi rahimahullaah menjelaskan bahwa hukum menuntut ilmu terbagi dua:
Pertama, hukumnya wajib; seperti menuntut ilmu tentang shalat, zakat, dan puasa. Inilah yang dimaksudkan dalam riwayat yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu (hukumnya) wajib.
Kedua, hukumnya fardhu kifayah; seperti menuntut ilmu tentang pembagian berbagai hak, tentang pelaksanaan hukum hadd (qishas, cambuk, potong tangan dan lainnya), cara mendamaikan orang yang bersengketa, dan semisalnya. Sebab, tidak mungkin semua orang dapat mempelajarinya dan apabila diwajibkan bagi setiap orang tidak akan mungkin semua orang bisa melakukannya, atau bahkan mungkin dapat menghambat jalan hidup mereka. Karenanya, hanya beberapa orang tertentu sajalah yang diberikan kemudahan oleh Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya.
Ketahuilah, menuntut ilmu adalah suatu kemuliaan yang sangat besar dan menempati kedudukan tinggi yang tidak sebanding dengan amal apa pun.[4]
[2]. Menuntut Ilmu Syar’i Memudahkan Jalan Menuju Surga
Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Sebab Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya.” [5]
Di dalam hadits ini terdapat janji Allah ‘Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan dalam rangka menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.
“Berjalan menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama : Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua : Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar’i.
“Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga” mempunyai dua makna. Pertama, Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i dan mengamalkan konsekuensinya. Kedua, Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati “shirath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu a’lam.•
Juga dalam sebuah hadits panjang yang berkaitan tentang ilmu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang ‘alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah mendapatkan bagian yang paling banyak.”[6]
Jika kita melihat para Shahabat radhiyallaahu anhum ajma’in, mereka bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Bahkan para Shahabat wanita juga bersemangat menuntut ilmu. Mereka berkumpul di suatu tempat, lalu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk menjelaskan tentang Al-Qur-an, menelaskan pula tentang Sunnah-Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada wanita untuk belajar Al-Qur-an dan As-Sunnah di rumah mereka.
Sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang Jahiliyyah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu dengan sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan al-Hikmah (Sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Menge-tahui.” [Al-Ahzaab: 33-34]
Laki-laki dan wanita diwajibkan menuntut ilmu, yaitu ilmu yang bersumber dari Al-Qur-an dan As-Sunnah karena dengan ilmu yang dipelajari, ia akan dapat mengerjakan amal-amal shalih, yang dengan itu akan mengantarkan mereka ke Surga.
Kewajiban menuntut ilmu ini mencakup seluruh individu Muslim dan Muslimah, baik dia sebagai orang tua, anak, karyawan, dosen, Doktor, Profesor, dan yang lainnya. Yaitu mereka wajib mengetahui ilmu yang berkaitan dengan muamalah mereka dengan Rabb-nya, baik tentang Tauhid, rukun Islam, rukun Iman, akhlak, adab, dan mu’amalah dengan makhluk.
[3]. Majelis-Majelis Ilmu adalah Taman-Taman Surga
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir.” Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu?” Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [7]
‘Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, “Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.” [8]
Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya diajarkan tentang tauhid, ‘aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.
Buku yang ada di hadapan pembaca merupakan buku “Panduan Menuntut Ilmu”. Di antara yang penulis jelaskan di dalamnya adalah keutamaan menuntut ilmu, kiat-kiat dalam meraih ilmu syar’i, penghalang-penghalang dalam memperoleh ilmu, adab-adab dalam menuntut ilmu, hal-hal yang harus dijauhkan oleh para penuntut ilmu, perjalanan ulama dalam menuntut ilmu, dan yang lainnya. Penulis jelaskan masalah menuntut ilmu karena masalah ini sangatlah penting. Sebab, seseorang dapat memperoleh petunjuk, dapat memahami dan mengamalkan Islam dengan benar apabila ia belajar dari guru, kitab, dan cara yang benar. Sebaliknya, jika seseorang tidak mau belajar, atau ia belajar dari guru yang tidak mengikuti Sunnah, atau melalui cara belajar dan kitab yang dibacakan tidak benar, maka ia akan menyimpang dari jalan yang benar.
Para ulama terdahulu telah menulis kitab-kitab panduan dalam menuntut ilmu, seperti Imam Ibnu ‘Abdil Barr dengan kitabnya Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, Imam Ibnu Jama’ah dengan kitabnya Tadzkiratus Samii’, begitu pula al-Khatib al-Baghdadi yang telah menulis banyak sekali kitab tentang berbagai macam disiplin ilmu, bahkan pada setiap disiplin ilmu hadits beliau tulis dalam kitab tersendiri. Juga ulama selainnya seperti Imam Ibnul Jauzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (dalam Majmuu’ Fataawaa-nya dan kitab-kitab lainnya), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (dalam kitabnya Miftaah Daaris Sa’aadah dan kitab-kitab lainnya), dan masih banyak lagi para ulama lainnya hingga zaman sekarang ini, seperti Syaikh bin Baaz, Syaikh al-Albani, dan Syaikh al-‘Utsaimin rahimahumullaah.
Dalam buku ini, penulis berusaha menyusunnya dari berbagai kitab para ulama terdahulu hingga sekarang dengan harapan buku ini menjadi panduan agar memudahkan kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, memberikan semangat dalam menuntut ilmu, beradab dan berakhlak serta berperangai mulia yang seharusnya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian, serta bagi kaum Muslimin. Mudah-mudahan amal ini diterima oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan menjadi timbangan amal kebaikan penulis pada hari Kiamat. Dan mudah-mudahan dengan kita menuntut ilmu syar’i dan mengamalkannya, Allah ‘Azza wa Jalla akan memudahkan jalan kita untuk me-masuki Surga-Nya. Aamiin.
Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpah-kan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para Shahabat beliau, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan kebaikan hingga hari Kiamat.
[Disalin dari Muqaddimah buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
___________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6412), at-Tirmidzi (no. 2304), Ibnu Majah (no. 4170), Ahmad (I/258,344), ad-Darimi (II/297), al-Hakim (IV/306), dan selainnya dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
[2]. Lihat kitab Taisiir Karimir Rahmaan fii Tafsiir Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H) rahimahullaah, cet. Muassasah ar-Risalah, th. 1417 H.
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 224), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula oleh Imam-imam ahli hadits yang lainnya dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, dan al-Husain bin ‘Ali radhiyallaahu ‘anhum
[4]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (VIII/187), dengan diringkas. Tentang pembagian hukum menuntut ilmu dapat juga dilihat dalam Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (I/56-62) oleh Ibnu ‘Abdil Barr.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lafazh ini milik Muslim.
• Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaa’id wa Fawaa-id minal Arba’iin an-Nawawiyyah (hal. 316-317).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80 al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda’ radhiyallaahu ‘anhu.
[7]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan.” Lihat takhrij lengkapnya dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562).
[8]. Disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40). Lihat kitab al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 132).
Source : http://almanhaj.or.id/content/2307/slash/0
Source : Keutamaan Menuntut Ilmu by islam-download.net
Keutamaan Mujahid
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Keutamaan jihad sangat banyak sekali, di antaranya adalah:
1. Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah. [1]
2. Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi. [2]
3. Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji. [3]
4. Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). [4]
5. Jihad adalah jalan menuju Surga. [5]
6. Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki. [6]
7. Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus. [7]
8. Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti langit dan bumi. [8]
9. Surga di bawah naungan pedang. [9]
10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari Kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, (6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 orang keluarganya. [10]
11. Orang yang pergi berjihad di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. [11]
12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/ lentera) yang berada di Surga. [12]
13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya kecuali hutang. [13]
TUJUAN DISYARIA’TAKAN JIHAD
Jihad memerangi musuh Islam tujuannya agar agama Allah tegak di muka bumi, bukan sekedar membunuh mereka.
Allah al-‘Aziiz berfirman:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka ber-henti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim”[Al-Baqarah: 193]
Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) rahimahullahu berkata: “Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain, sehingga ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lain.” [14]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah…” [15]
Abu ‘Abdillah al-Qurthubi (wafat th. 671 H) rahimahullah berkata: “Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa sebab ‘qital’ (perang) adalah kekufuran.” [16]
Syaikh as-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maksud dan tujuan dari perang di jalan Allah bukanlah sekedar menumpahkan darah orang kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi tujuannya agar agama Islam ini tegak karena Allah di atas seluruh agama dan menghilangkan (mengenyahkan) semua bentuk kemusyrikan yang menghalangi tegaknya agama ini, dan itu yang dimaksud dengan ‘fitnah’ (syirik). Apabila fitnah (kemusyrikan) itu sudah hilang, tercapailah maksud tersebut, maka tidak ada lagi pembunuhan dan perang.” [17]
Jadi, jihad disyari’atkan agar agama Allah tegak di muka bumi. Karena itu sebelum dimulai peperangan diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka masuk Islam. [18]
TINGKATAN JIHAD
Menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahulahu jihad memiliki empat tingkatan, [19] yaitu:
Pertama: Jihaadun Nafs (Jihad melawan hawa nafsu).
Jihad ini ada empat tingkatan:
1. Berjihad untuk mempelajari ilmu dan petunjuk, yaitu mempelajari agama yang haq. Seseorang tidak akan dapat mencapai kejayaan, kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan dengan ilmu dan petunjuk. Apabila dia tidak mau mempelajari ilmu yang bermanfaat, maka dia akan celaka dunia dan akhirat.
2. Berjihad untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Bila hanya semata-mata berdasarkan ilmu saja tanpa amal, maka bisa jadi ilmu itu akan mencelakainya bahkan tidak bermanfaat baginya.
3. Berjihad untuk mendakwahkannya, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya, maka apabila dakwah ini tidak dilakukannya maka hal ini termasuk menyembunyikan ilmu yang telah Allah turunkan baik berupa petunjuk maupun keterangan-keterangan. [20] Maka ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak pula dapat menyelamatkannya dari adzab Allah.
4. Berjihad untuk sabar terhadap kesulitan-kesulitan dalam berdakwah di jalan Allah dan juga sabar terhadap gangguan manusia. Dia menanggung kesulitan-kesulitan dakwah itu semata-mata karena Allah. Apabila terpenuhi keempat tingkatan tersebut maka ia akan termasuk sebagai orang yang Rabbani. Maka, para Salafush Shalih bersepakat bahwa seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang yang Rabbani sampai ia dapat mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya. Oleh karena itu orang yang berilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya, maka ia akan disanjung di sisi para Malaikat-Nya.
Kedua: Jihaadus Syaithaan (Jihad Melawan Syaithan)
Jihad jenis ini ada dua tingkatan:
1. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan syubhat dan keraguan yang dapat merusak iman.
2. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan keinginan-keinginan yang merusak dan syahwat.
Tingkatan Jihadusy Syaithan yang pertama akan ada sesudah adanya keyakinan dan pada tingkatan yang kedua akan ada sesudah adanya kesabaran.
Allah al-Haafizh berfirman:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [As-Sajdah: 24]
Allah mengabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanya dapat diperoleh dengan sabar dan yakin. Sabar itu akan dapat menolak syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak. Sedangkan yakin akan dapat menolak dari keraguan dan syubhat.
Ketiga: Jihaadul Kuffaar wal Munaafiqiin
Pada jihad ini terdapat empat tingkatan:
1. Jihad dengan hati.
2. Jihad dengan lisan.
3. Jihad dengan harta.
4. Jihad dengan jiwa
Jihadul Kuffar (jihad melawan orang-orang kafir) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan tangan (kekuatan), sedangkan Jihadul Munafiqin (jihad melawan orang-orang munafiq) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan (kekuatan) lisan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [At-Taubah: 73] [21]
Keempat: Jihaad Arbaabizh Zhulm wal Bida’ wal Munkaraat (Jihad Melawan Tokoh-Tokoh yang Zhalim, Pelaku Bid’ah dan Kemungkaran)
Pada jihad ini terdapat tiga tingkatan:
1. Dengan tangan apabila sanggup.
2. Apabila tidak sanggup maka dengan lisan.
3. Apabila tidak sanggup maka dengan hati.
Demikianlah tiga belas tingkatan dari jihad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia sedang ia tidak pernah ikut berperang dan ia juga tidak terbetik dalam benaknya untuk berperang, maka matinya termasuk dalam satu cabang kemunafikan.” [22]
Jihad harus dilaksanakan bersama ulil amri, baik ulil amri itu baik ataupun jahat.
PEMBAGIAN JIHAD
Jihad melawan orang-orang kafir dibagi menjadi 2 (dua):
Pertama: Jihadul Fat-h wath Thalab (jihad ofensif).
Jihad ini memerlukan terpenuhinya syarat-syarat syar’iyyah (syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam), sebagai berikut:
1. Adanya seorang imam (pemimpin).
2. Ada Daulah (negara).
3. Ada ar-Raayah (bendera jihad).
Kedua: Jihadud Difaa’ (jihad defensif, pembelaan terhadap sebuah negeri Muslim).
Jihad ini hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh penduduk negeri yang diserang oleh musuh (agresor). Jika penduduk negeri tersebut lemah, maka mereka harus dibantu oleh penduduk negeri tetangganya yang terdekat.
Jihad syar’i harus memiliki persiapan syar’i dan persiapan itu terbagi menjadi 2 (dua):
Pertama, persiapan pembinaan keimanan sehingga umat dapat menegakkan hakekat ibadah kepada Allah Rabb semesta alam, melatih jiwa mereka di atas Kitabullah, mensucikan hati mereka di atas Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka dapat menolong agama Allah Jalla Jalaluhu dan syari’at-Nya.
Hal tersebut sesuai dengan firman-Nya:
“Dan sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang menolong (agama)-Nya.” [Al-Hajj: 40]
Kedua, persiapan fisik, yakni mempersiapkan jumlah pasukan dan perlengkapannya untuk melawan musuh-musuh Allah dan memerangi mereka.
Allah Jalla Jalaluhu berfirman:
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” [Al-Anfaal: 60]
Menghidupkan kewajiban jihad dengan segala ketentuan syari’atnya adalah wajib dengan memenuhi syarat-syaratnya.
Memberikan sifat kepada orang-orang yang menghidupkan jihad yang wajib -menurut ketentuan syari’at- dengan kata-kata terorisme adalah kesalahan yang besar, fitnah, tuduhan yang tidak benar dan kesalahan yang fatal serta kebodohan yang sangat.
Adapun melakukan kekacauan (anarki), menteror orang, melemparkan bom, bunuh diri dengan bom mobil, menakut-nakuti orang yang aman atau orang-orang yang dijaga keamanannya oleh negara, membunuh anak-anak, wanita dan orang tua dengan nama jihad dari agama ini adalah tidak benar, perbuatan ini menentang Allah ar-Rafiiq, Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Mukminin. Mereka telah keluar dari jalannya ulama yang pemahaman ilmunya sangat mendalam. [23]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Pasal "Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Menegakkan Jihad Fii Sabiilillaah Bersama Ulil Amri". Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, PO BOX 7803/JACC 13340A. Cetakan Ketiga Jumadil Awwal 1427H/Juni 2006M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat at-Taubah:120-121.
[2]. Lihat ash-Shaaf: 10-13
[3]. Lihat at-Taubah: 19-21.
[4]. Lihat at-Taubah: 52.
[5]. Lihat Ali ‘Imran: 142.
[6]. Lihat Ali ‘Imran: 169-171.
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 2785), Muslim (no. 1878), at-Tirmidzi (no. 1619) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 2790) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 3024-3025) dari Sahabat ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa Radhiyallahu ‘anhu
[10]. HR. At-Tirmidzi (no. 1663), Ibnu Majah (no. 2799) dan (Ahmad IV/131) dari Sahabat Miqdam bin Ma’di al-Kariba Radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[11]. HR. Bukhari (no. 2792), Fat-hul Baari (VI/13-14) dari Sahabat Anas bin Malik.
[12]. HR. Muslim (no. 1887) dan Tirmidzi (no. 3011) dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu
[13]. HR. Muslim (no. 1886) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu at-Tirmi-dzi (no. 1640), dari Sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu, shahih.
[14]. Lihat Tafsiiruth Thabari (II/200).
[15]. HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22) dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma
[16]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (II/236), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.
[17]. Lihat Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 89), Mu-assasah ar-Risalah, cet. I, th. 1420 H.
[18]. Muhimmatul Jihad oleh ‘Abdul Aziz bin Rais ar-Rais, th. 1424 H.
[19]. Lihat Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad (III/10-11), Muassasah ar-Risalah, cet. XXV/th. 1412H.
[20]. Lihat QS. Al-Baqarah: 159 dan 174.-Pent.
[21]. Lihat juga QS. At-Tahrim: 9
[22]. HR. Muslim (no. 1910), Abu Dawud (no. 2502), an-Nasa-i (VI/8), Ahmad (II/374), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[23]. Lihat Mujmal Masaailil Iman wal Kufri al-‘Ilmiyyah fii Ushulil Aqidah as-Salafiyyah point 8 tentang Jihad fii Sabilillaah (hal. 57-60).
Source: http://almanhaj.or.id/content/2179/slash/0
Source : Keutamaan Mujahid by islam-download.net
Keutamaan jihad sangat banyak sekali, di antaranya adalah:
1. Geraknya mujahid (orang yang berjihad di jalan Allah) di medan perang itu diberikan pahala oleh Allah. [1]
2. Jihad adalah perdagangan yang untung dan tidak pernah rugi. [2]
3. Jihad lebih utama daripada meramaikan Masjidil Haram dan memberikan minum kepada jama’ah haji. [3]
4. Jihad merupakan satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). [4]
5. Jihad adalah jalan menuju Surga. [5]
6. Orang yang berjihad, meskipun dia sudah mati syahid namun ia tetap hidup dan diberikan rizki. [6]
7. Orang yang berjihad seperti orang yang berpuasa tidak berbuka dan melakukan shalat malam terus-menerus. [7]
8. Sesungguhnya Surga memiliki 100 tingkatan yang disediakan Allah untuk orang yang berjihad di jalan-Nya. Antara satu tingkat dengan yang lainnya berjarak seperti langit dan bumi. [8]
9. Surga di bawah naungan pedang. [9]
10. Orang yang mati syahid mempunyai 6 keutamaan: (1) diampunkan dosanya sejak tetesan darah yang pertama, (2) dapat melihat tempatnya di Surga, (3) akan dilindungi dari adzab kubur, (4) diberikan rasa aman dari ketakutan yang dahsyat pada hari Kiamat, (5) diberikan pakaian iman, dinikahkan dengan bidadari, (6) dapat memberikan syafa’at kepada 70 orang keluarganya. [10]
11. Orang yang pergi berjihad di jalan Allah itu lebih baik dari dunia dan seisinya. [11]
12. Orang yang mati syahid, ruhnya berada di qindil (lampu/ lentera) yang berada di Surga. [12]
13. Orang yang mati syahid diampunkan seluruh dosanya kecuali hutang. [13]
TUJUAN DISYARIA’TAKAN JIHAD
Jihad memerangi musuh Islam tujuannya agar agama Allah tegak di muka bumi, bukan sekedar membunuh mereka.
Allah al-‘Aziiz berfirman:
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah saja. Jika mereka ber-henti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim”[Al-Baqarah: 193]
Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat th. 310 H) rahimahullahu berkata: “Perangilah mereka sehingga tidak terjadi lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada penyembahan kepada berhala, kemusyrikan dan ilah-ilah lain, sehingga ibadah dan ketaatan hanya kepada Allah saja tidak kepada yang lain.” [14]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah…” [15]
Abu ‘Abdillah al-Qurthubi (wafat th. 671 H) rahimahullah berkata: “Ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa sebab ‘qital’ (perang) adalah kekufuran.” [16]
Syaikh as-Sa’di rahimahullahu berkata: “Maksud dan tujuan dari perang di jalan Allah bukanlah sekedar menumpahkan darah orang kafir dan mengambil harta mereka, akan tetapi tujuannya agar agama Islam ini tegak karena Allah di atas seluruh agama dan menghilangkan (mengenyahkan) semua bentuk kemusyrikan yang menghalangi tegaknya agama ini, dan itu yang dimaksud dengan ‘fitnah’ (syirik). Apabila fitnah (kemusyrikan) itu sudah hilang, tercapailah maksud tersebut, maka tidak ada lagi pembunuhan dan perang.” [17]
Jadi, jihad disyari’atkan agar agama Allah tegak di muka bumi. Karena itu sebelum dimulai peperangan diperintahkan untuk berdakwah kepada orang-orang kafir agar mereka masuk Islam. [18]
TINGKATAN JIHAD
Menurut Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahulahu jihad memiliki empat tingkatan, [19] yaitu:
Pertama: Jihaadun Nafs (Jihad melawan hawa nafsu).
Jihad ini ada empat tingkatan:
1. Berjihad untuk mempelajari ilmu dan petunjuk, yaitu mempelajari agama yang haq. Seseorang tidak akan dapat mencapai kejayaan, kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan dengan ilmu dan petunjuk. Apabila dia tidak mau mempelajari ilmu yang bermanfaat, maka dia akan celaka dunia dan akhirat.
2. Berjihad untuk mengamalkan ilmu yang telah diperolehnya. Bila hanya semata-mata berdasarkan ilmu saja tanpa amal, maka bisa jadi ilmu itu akan mencelakainya bahkan tidak bermanfaat baginya.
3. Berjihad untuk mendakwahkannya, mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya, maka apabila dakwah ini tidak dilakukannya maka hal ini termasuk menyembunyikan ilmu yang telah Allah turunkan baik berupa petunjuk maupun keterangan-keterangan. [20] Maka ilmunya tidak akan bermanfaat dan tidak pula dapat menyelamatkannya dari adzab Allah.
4. Berjihad untuk sabar terhadap kesulitan-kesulitan dalam berdakwah di jalan Allah dan juga sabar terhadap gangguan manusia. Dia menanggung kesulitan-kesulitan dakwah itu semata-mata karena Allah. Apabila terpenuhi keempat tingkatan tersebut maka ia akan termasuk sebagai orang yang Rabbani. Maka, para Salafush Shalih bersepakat bahwa seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang yang Rabbani sampai ia dapat mengetahui kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya. Oleh karena itu orang yang berilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya, maka ia akan disanjung di sisi para Malaikat-Nya.
Kedua: Jihaadus Syaithaan (Jihad Melawan Syaithan)
Jihad jenis ini ada dua tingkatan:
1. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan syubhat dan keraguan yang dapat merusak iman.
2. Berjihad untuk membentengi diri dari serangan keinginan-keinginan yang merusak dan syahwat.
Tingkatan Jihadusy Syaithan yang pertama akan ada sesudah adanya keyakinan dan pada tingkatan yang kedua akan ada sesudah adanya kesabaran.
Allah al-Haafizh berfirman:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” [As-Sajdah: 24]
Allah mengabarkan bahwa kepemimpinan dalam agama hanya dapat diperoleh dengan sabar dan yakin. Sabar itu akan dapat menolak syahwat dan keinginan-keinginan yang merusak. Sedangkan yakin akan dapat menolak dari keraguan dan syubhat.
Ketiga: Jihaadul Kuffaar wal Munaafiqiin
Pada jihad ini terdapat empat tingkatan:
1. Jihad dengan hati.
2. Jihad dengan lisan.
3. Jihad dengan harta.
4. Jihad dengan jiwa
Jihadul Kuffar (jihad melawan orang-orang kafir) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan tangan (kekuatan), sedangkan Jihadul Munafiqin (jihad melawan orang-orang munafiq) lebih khusus (konteksnya dilakukan) dengan (kekuatan) lisan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [At-Taubah: 73] [21]
Keempat: Jihaad Arbaabizh Zhulm wal Bida’ wal Munkaraat (Jihad Melawan Tokoh-Tokoh yang Zhalim, Pelaku Bid’ah dan Kemungkaran)
Pada jihad ini terdapat tiga tingkatan:
1. Dengan tangan apabila sanggup.
2. Apabila tidak sanggup maka dengan lisan.
3. Apabila tidak sanggup maka dengan hati.
Demikianlah tiga belas tingkatan dari jihad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia sedang ia tidak pernah ikut berperang dan ia juga tidak terbetik dalam benaknya untuk berperang, maka matinya termasuk dalam satu cabang kemunafikan.” [22]
Jihad harus dilaksanakan bersama ulil amri, baik ulil amri itu baik ataupun jahat.
PEMBAGIAN JIHAD
Jihad melawan orang-orang kafir dibagi menjadi 2 (dua):
Pertama: Jihadul Fat-h wath Thalab (jihad ofensif).
Jihad ini memerlukan terpenuhinya syarat-syarat syar’iyyah (syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam), sebagai berikut:
1. Adanya seorang imam (pemimpin).
2. Ada Daulah (negara).
3. Ada ar-Raayah (bendera jihad).
Kedua: Jihadud Difaa’ (jihad defensif, pembelaan terhadap sebuah negeri Muslim).
Jihad ini hukumnya fardhu ‘ain atas seluruh penduduk negeri yang diserang oleh musuh (agresor). Jika penduduk negeri tersebut lemah, maka mereka harus dibantu oleh penduduk negeri tetangganya yang terdekat.
Jihad syar’i harus memiliki persiapan syar’i dan persiapan itu terbagi menjadi 2 (dua):
Pertama, persiapan pembinaan keimanan sehingga umat dapat menegakkan hakekat ibadah kepada Allah Rabb semesta alam, melatih jiwa mereka di atas Kitabullah, mensucikan hati mereka di atas Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka dapat menolong agama Allah Jalla Jalaluhu dan syari’at-Nya.
Hal tersebut sesuai dengan firman-Nya:
“Dan sungguh Allah pasti menolong siapa saja yang menolong (agama)-Nya.” [Al-Hajj: 40]
Kedua, persiapan fisik, yakni mempersiapkan jumlah pasukan dan perlengkapannya untuk melawan musuh-musuh Allah dan memerangi mereka.
Allah Jalla Jalaluhu berfirman:
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” [Al-Anfaal: 60]
Menghidupkan kewajiban jihad dengan segala ketentuan syari’atnya adalah wajib dengan memenuhi syarat-syaratnya.
Memberikan sifat kepada orang-orang yang menghidupkan jihad yang wajib -menurut ketentuan syari’at- dengan kata-kata terorisme adalah kesalahan yang besar, fitnah, tuduhan yang tidak benar dan kesalahan yang fatal serta kebodohan yang sangat.
Adapun melakukan kekacauan (anarki), menteror orang, melemparkan bom, bunuh diri dengan bom mobil, menakut-nakuti orang yang aman atau orang-orang yang dijaga keamanannya oleh negara, membunuh anak-anak, wanita dan orang tua dengan nama jihad dari agama ini adalah tidak benar, perbuatan ini menentang Allah ar-Rafiiq, Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Mukminin. Mereka telah keluar dari jalannya ulama yang pemahaman ilmunya sangat mendalam. [23]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Pasal "Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Menegakkan Jihad Fii Sabiilillaah Bersama Ulil Amri". Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, PO BOX 7803/JACC 13340A. Cetakan Ketiga Jumadil Awwal 1427H/Juni 2006M]
_________
Foote Note
[1]. Lihat at-Taubah:120-121.
[2]. Lihat ash-Shaaf: 10-13
[3]. Lihat at-Taubah: 19-21.
[4]. Lihat at-Taubah: 52.
[5]. Lihat Ali ‘Imran: 142.
[6]. Lihat Ali ‘Imran: 169-171.
[7]. HR. Al-Bukhari (no. 2785), Muslim (no. 1878), at-Tirmidzi (no. 1619) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[8]. HR. Al-Bukhari (no. 2790) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[9]. HR. Al-Bukhari (no. 3024-3025) dari Sahabat ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa Radhiyallahu ‘anhu
[10]. HR. At-Tirmidzi (no. 1663), Ibnu Majah (no. 2799) dan (Ahmad IV/131) dari Sahabat Miqdam bin Ma’di al-Kariba Radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[11]. HR. Bukhari (no. 2792), Fat-hul Baari (VI/13-14) dari Sahabat Anas bin Malik.
[12]. HR. Muslim (no. 1887) dan Tirmidzi (no. 3011) dari Sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu
[13]. HR. Muslim (no. 1886) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu at-Tirmi-dzi (no. 1640), dari Sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu, shahih.
[14]. Lihat Tafsiiruth Thabari (II/200).
[15]. HR. Al-Bukhari (no. 25) dan Muslim (no. 22) dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma
[16]. Lihat Tafsiir al-Qurthubi (II/236), cet. Darul Kutub al-‘Ilmiyah.
[17]. Lihat Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan (hal. 89), Mu-assasah ar-Risalah, cet. I, th. 1420 H.
[18]. Muhimmatul Jihad oleh ‘Abdul Aziz bin Rais ar-Rais, th. 1424 H.
[19]. Lihat Zaadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibaad (III/10-11), Muassasah ar-Risalah, cet. XXV/th. 1412H.
[20]. Lihat QS. Al-Baqarah: 159 dan 174.-Pent.
[21]. Lihat juga QS. At-Tahrim: 9
[22]. HR. Muslim (no. 1910), Abu Dawud (no. 2502), an-Nasa-i (VI/8), Ahmad (II/374), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[23]. Lihat Mujmal Masaailil Iman wal Kufri al-‘Ilmiyyah fii Ushulil Aqidah as-Salafiyyah point 8 tentang Jihad fii Sabilillaah (hal. 57-60).
Source: http://almanhaj.or.id/content/2179/slash/0
Source : Keutamaan Mujahid by islam-download.net
Langganan:
Postingan (Atom)